Mohon tunggu...
gahpraja
gahpraja Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Penulis muda cerpen dan karya sastra lainnya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Barman Salah Bantal

30 Juni 2024   14:16 Diperbarui: 30 Juni 2024   14:26 311
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SUDAH hampir seminggu Barman tidak bisa tidur nyenyak. Bangun-bangun, lehernya selalu kesakitan seperti habis dijadikan samsak dan ditinju-tinju lengan kekar punya Muhammad Ali atau Tyson Fury. Rasanya nyeri meradang. Nyeri parah. Sudah berbelas-belas kali pula Barman minta lehernya dikerok dan dipijat, namun tetap saja hasilnya nihil. Tidak berasa. Kulitnya bahkan sampai memar-memar. Warnanya merah menyala.

             Di waktu yang sama, Barman terus mencari-cari posisi tidur yang betul menurut buku kesehatan dan saran dokter-dokter ortopedi. Lagi-lagi, itu tidak mempan. Lehernya masih pesakitan. Dikerok pakai pisau kurban juga kayaknya tidak. Barman kira, itu bukan kesalahan dari posisi tidurnya yang melenceng kesana-kemari. Ini lain musabab. Ini lain hal. Ini salah bantalnya. Bantal punya Barman tidak enak. Dia salah bantal.

            Meski Barman memang bukan seorang ahli designer atau kesehatan, tapi Barman tahu bantalnya tidak enak, jadilah lehernya sakit akut begitu. Sayangnya, dia juga tidak tahu kategori apa saja yang bisa dikatakan sebuah bantal itu termasuk enak. Entah apa. Tentunya selain bikin orang tidur nyenyak dan mengorok-ngorok hebat.

            Lagipula, semua jenis bantal di pasar tempat tinggalnya itu sama. Kainnya lembut-lembut. Ukurannya besar-besar dan gendut. Warnanya pula samar-samar cerah, tidak terlampau terang. Lalu, bantal macam apa yang harus dibeli Barman?

            Padahal bantal-bantal di tempatnya tergolong mahal. Harganya bisa di atas ratusan ribu. Itu karena merknya tidak sembarang. Tidak abal-abal. Wilayah Barman itu terkenal akan kelimpahan sumber daya pohon-pohon kapas dan produksi bantal-bantalnya yang mutakhir. Bisa dibilang Pusat Perbantalan Sedunia. Temperatur suhu yang rendah dan kecocokan iklim membuat tumbuhan-tumbuhan itu telah menemukan habitat ternyamannya. Tradisi turun-temurun soal jahit-menjahit dari zaman kerajaan adalah kunci utama mereka.

           Namun, masalah besarnya sekarang, berani-beraninya Barman bilang bantalnya tidak enak, sedang tempat tinggalnya sendiri merupakan satu-satunya titik produsen bantal paling besar sejagat raya?

          Oh, hal yang lebih mengejutkannya lagi, tidak hanya Barman yang merasakan itu. Pagi-pagi, tetangga-tetangganya sudah bikin ribut. Katanya, mereka kekalutan. Kepusingan.

         "Alamak jeng! Leherku seperti habis diinjak-injak genderuwo!" teriak Mak Inem berwajah kecut sambil mengelus-ngelus punggung lehernya yang sekarat.

         "Bujug buneng!" balas Pak Karmin. "Leherku malah kayak habis ditabrak truk pengangkut pasir! Hancur semua!"

         Mak Inem buru-buru keluar. Dia penasaran sama teman-temannya yang juga kesakitan. "Kok bisa, ya? Padahal, tidak biasanya begini. Bantal-bantal kita itu bagus. Selalu bagus. Atau jangan-jangan..." Mak Inem berfirasat. "Wah! Pasti ada sesuatu yang salah!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun