Mohon tunggu...
nwidiya
nwidiya Mohon Tunggu... Lainnya - Digital Marketing_Content Writing_SEO

Life Goes On

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Utopiakah Pemerataan Pendidikan di Indonesia

10 Juni 2023   17:11 Diperbarui: 10 Juni 2023   19:11 291
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dengan adanya pendidikan membuat manusia menjadi orang yang berguna baik bagi dirinya sendiri, orang lain, masyarakat, maupun negara.  Peranaan pendidikan sangat penting dalam membentuk sumber daya manusia yang berkualitas dan mampu bersaing. Pendidikan sangat penting bagi setiap individu untuk melangsungkan kehidupan karena dengan pendidikan manusia bisa memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan didunia kerja sehingga mereka bisa mendapatkan pekerjaan yang layak untuk menghidupi kehidupan mereka. Tidak hanya itu dengan pendidikan juga bisa memberantas kejahatan di masyarakat, karena kebanyakan kejahatan dimasyarakat berasal dari rasa putus asa orang -- orang yang tidak mempunyai pekerjaann namun mereka memiliki kebutuhan sehingga menghalalkan berbagai macam cara seperti misalnya merampok, maling dan lain sebagainya. Kejahatan -- kejahatan tersebut dapat diminimalisir dengan pendidikan yang layak bagi mereka sehingga mereka dapat mendapatkan pekerjaan yang layak juga untuk kehidupan mereka yang layak.

Pemerataan Pendidikan

Berdasarkan laporan UNICEF yang dirilis 11 Mei 2020, sembilan dari sepuluh anak Indonesia masih kekurangan akses pendidikan. Dengan kata lain masih banyak anak -- anak yang belum mendapatkan akses mengenyam pendidikan untuk masa depannya.

Sekolah -- sekolah di pulau jawa nampaknya sampai sekarang masih mendominasi sebagai sekolah unggulan dilihat dari data  sekolah terbaik menurut LTMPT 2021 dimana 100 teratas terbaik adalah didominasi oleh sekolah -- sekolah di daerah Jawa dan Jakarta. Hal tersebut menunjukan belum meratanya pendidikan di Indonesia khususnya.

Ketidak merataan pendidikan terjadi disebabkan oleh banyak faktor salah satunya ketidak merataan penyebaran tenaga pendidik terutama didaerah terpencil dipedalaman. Di Papuan misalnya, rasio guru dan murid di Papua berdasarkan neraca pendidikan daerah sebesar 1:16, dan hal tersebut lebih baik dibanding daerah lain seperti Kalimantan Tengah, Maluku, dan Sulawesi Tengah yang masih lebih dari 1:20. Namun disayangkan masih banyak tenaga pendidik yang tidak benar -- benar datang kesekolah dengan berbagai alasan seperti harus menghadiri seminar dan lain halnya.

Dalam wawancara oleh Alfath Bagus Panuntun El Nur, Universitas Gadjah Mada dengan tenaga pendidik di puncak dan Mappi, daerah -- daerah kampung masih mengalami kekuruangan guru, namun bukan karena Papua kekurangan guru melainkan karena distribusinya yang tidak merata hanya berpusat di area perkotaan seperti Jayapura dan Merauke.
Ketersediaan infrastruktur yang memadai juga nampaknya masih menjadi problematika pemerataan pendidikan di Indonesia. Mengutip dari Tribunnews, BPS tahun 2020 menyebutkan lebih dari 70 persen ruang kelas pada setiap jenjang pendidikan dalam kondisi rusak baik rusak ringan ataupun rusak sedang bahkan dalam keadaan rusak berat. Adanya pandemik yang mau tidak mau mengharuskan diterapkannya digitalisasi pada proses pendidikan memperlihatkan lebih jelas dimana kesenjangan dan ketidaksetaraan pendidikan di Indonesia. Berdasarkan Laporan Global System for Mobile Communications (GSMA) Mobile Economy Asia Pasifik 2020,  terdapat sekitar 61 juta orang Indonesia yang tidak memiliki akses internet. Hanya 21% penduduk di daerah miskin yang memiliki akses internet, 93% didominasi oleh daerah jawa yang bepenghasilan tinggi. Kesenjangan antara sumber daya dan keterampilan tidak hanya terlihat pada pelajar saja melainkan pada tenaga pendidik terlihat jelas akibat dari pembelajaran daring dimasa pandemi. Berdasarkan survei SDI (Service Delivery Indicator/Indikator Pelayanan Pendidikan) yang dilakukan oleh MoRA, Ministry of Religious Affairs (Kementerian Agama) dan MoEC, Ministry of Education and Culture (Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi) pada tahun 2020, sebesar 67% guru mengalami kesulitan untuk mengoperasikan perangkat digital termasuk menggunakan platform pembelajaran daring.

Problematika lain dalam pemerataan pendidikan yang adil terutama untuk masyarakat miskin adalah biaya pendidikan yang masih terlalu mahal bagi mereka. Sebenarnya pemerintah sudah menangani hal tersebut dengan adanya program beasiswa namun kenyataan dilapangan adalah program tersebut belum sepenuhnya tepat sasaran. Banyak dari siswa berkecukupan mendapatkan beasiswa namun banyak dari siswa dari orangtua tidak punya malah tidak mendapat beasiswa. Pemerintah seharusnya mengawasi dan mengontrol dengan ketat program beasiswa tersebut sehingga tidak salah sasaran.

Problematika biaya tersebut diperparah dengan adanya pandemi dimana pelajar mau tidak mau menyesuaikan diri denga hadirnya pembelajaran online. Mahalnya biaya internet memang sudah dibantu pemerintah dengan adanya bantuan kuota internet dari pemerintah namun hal tersebut belum efektif dan memadai karena tidak mencakup platform apa yang digunakan untuk pembelajaran. Selain biaya internet, perangkat yang memadai juga menjadi problematika tambahan akibat dari pandemi. Kurang dari 25% anak-anak di perkotaan dan 15% anak-anak di pedesaan yang memiliki perangkat untuk mengikuti pembelajaran online. Banyak dari mereka yang harus meminjam atau berbagi smartphone dengan saudara atau orang tua, bahkan bergantung kepada teman karena tidak ada satupun smartphone dirumah mereka.

Tidak cukup dengan pembangunan insfrastruktur, distribusi tenaga mengajar, dan beasiswa atau program pendidikan gratis berjalan lancar kemudian pendidikan merata dan kehidupan menjadi lebih baik namun masih dibutuhkan peran serta orang tua dan tenaga pendidik serta masyarakat disekitar dalam membentuk kakarter sumber daya manusia yang unggul. Hal tersebut dikarenakan sikap akhlak para manusia yang sekarang ini semakin tidak bermoral. Perundungan antar pelajar baik fisik maupun mental masih marak terjadi, sebesar 24,4% para pelajar berpotensi mengalami perundungan. Perundungan seharunya tidak terjadi lagi karena merusak dapat pendidikan, terutama perundungan secara mental yang dapat meninggalkan rasa sakit yang lebih dan dengan waktu yang lebih lama. Jika dibiarkan akan semakin banyak anak putus sekolah diakibatkan dari perundungan, kemudian sumber daya manusia meskipun dengan pendidikan tinggi pun akan percuma jika tidak berakhlak.

Kesimpulan

Melihat dari pembahasan diatas nampaknya harapan indah akan pemerataan pendidikan di Indonesia masih abu -- abu. Janji -- janji, harapan -- harapan akan pendidikan yang merata nampaknya masih menjadi mimpi bagi sebagain banyak orang terutama masyarakat kurang mampu dan masyarakat didaerah 3T (Terdepan, Tertinggal, Terluar). Masih banyak problematika dalam ekosistem pendidikan yang menjauhkan dari kata utopia, dimana harapan adanya kesempurnaan, keindahaan dalam pemerataan pendidikan masih banyak terdapat penghambat menuju gerbang merdeka belajar.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun