Hallo,
Pelecehan seksual pada anak diartikan sebagai suatu bentuk penyiksaan anak dimana orang dewasa menggunakan anak untuk rangsangan seksual (Wikipedia.org). Â Pelaku lebih umum merupakan keluarga atau kenalan korban daripada orang asing. Â Membahas tentang pelecehan seksual pada anak, saya pernah mendengar cerita kejadian ini menimpa kenalan saya, sebut saja A. Â
Ibu  A ini memiliki anak perempuan ,saat itu masih SD, yang suka menumpang menonton TV di rumah tetangganya.  Pada siang hari, rumah tetangga A ini sepi dan hanya ada satu orang bapak-bapak.  Suatu hari, anak A, sebut saja Aster, bercerita pada A tentang yang dia alami selama nonton TV. Â
A hanya menyarankan pada Aster untuk menonton TV di rumah tetangga lain. Â A tidak langsung melapor ke polisi atau ke RT, dia hanya berusaha menghindari kejadian itu dengan meminta anaknya pindah tempat nonton TV.
Aster sempat menuruti permintaan A untuk menumpang nonton TV di rumah tetangga lain. Â Tapi Aster dipanggil oleh pelaku dan diberi iming-iming uang atau jajanan. Â Karena kejadian itu berulang beberapa kali, A jadi gelisah dan bingung. Â Akhirnya dia bercerita pada beberapa tetangga dengan harapan akan ada yang membantunya. Â
Benar saja, akhirnya ketua RT A melaporkan hal ini ke polisi. Â Aster mendapat penanganan trauma pasca kejadian, pelaku dinyatakan bersalah dan dipenjara selama beberapa tahun, tapi sekarang sudah bebas.
Kejadian serupa juga menimpa kenalan saya, B. Â Pada B kasus ini jadi lebih menakutkan karena pelaku dan korban masih di bawah umur. Â Merinding saya kalau ingat cerita itu. Â Jadi B ini masih muda, umurnya tidak jauh beda dengan saya. Â
B saat itu baru memiliki satu anak perempuan. Â Anak B, sebut saja Melati, memiliki saudara sepupu laki-laki yang usianya sekitar 3-4 tahun lebih tua. Â Dengan saudara sepupunya, Melati tumbuh bersama, main, makan, dan jalan-jalan bersama. Â
Melati bermain dengan teman dan sepupunya seperti biasa. Â Tapi tiba-tiba Melati lari dan mengadu ke neneknya kalau sepupunya nakal. Â Dari cerita Melati pada neneknya, diduga melati telah diperkosa oleh sepupunya yang masih SD. Â
Nenek Melati makin panik saat menemukan bekas darah di celana Melati. Â Mungkin karena gugup dan takut, nenek Melati malah mencuci pakaian Melati dan menggantinya dengan yang baru. Â Hal itu menjadikan terhapusnya barang bukti. Â Setelah melaporkan kejadian ini ke polsek, Melati dan sepupunya seingat saya sama-sama mendapat terapi dan konseling.
Ada yang berbeda pada kasus yang menimpa Aster dan Melati. Â A sebagai ibu yang sudah lebih dewasa, seumuran ibu saya, mendandani anaknya dengan "normal". Â Maksud saya kemana-mana anak itu pakai baju normal dan utuh. Â Umumnya anak menggunakan kaos lengan pendek, celana selutut, ya Aster begitu. Â Apa yang terjadi pada Aster menurut saya karena tetangganya saja yang memang punya niat buruk. Â
Saya tidak bisa menyalahkan Aster yang ingin nonton TV, tapi di rumah tidak punya. Â Saya tidak bisa menyalahkan apa yang dialami keluarga A. Keluarga itu kaya atau miskin, punya TV atau tidak, bukan hal yang bisa dipersalahkan. Â Tapi saya bisa agak menyalahkan B.
Jadi B ini ibu muda, umurnya tidak jauh beda dengan saya. Â Mungkin dia terlalu sering melihat gaya pakaian artis yang serba minim, dia sendiri ikut-ikutan dan membelikan anaknya pakaian yang serba minim juga. Â Sering setelah mandi, Melati lari keluar rumah tanpa apapun. Â
B hanya berteriak memanggil Melati dari dalam rumah, bukannya langsung menggendong Melati dan memaksanya masuk. Â Banyak orang sudah menasihati B untuk tidak begitu, tapi B berdalih Melati lari sendiri. Â Padahal kan kalau anak-anak bisa dicegah dengan berbagai cara. Â
Orang yang menasihati B, jauh sebelum kejadian Melati, karena banyak melihat kejadian serupa di berita dan tidak ingin hal itu terjadi pada Melati. Tapi ya hati orang siapa yang tahu, B tetap bertahan pada keyakinannya kalau pakaian serba minim Melati itu lucu dan lari-lari tanpa pakaian itu tingkah lucu anak-anak juga.
Sekarang apa kabar Melati? Melati sudah SD. Â Apa kejadian itu mempengaruhi Melati? Saya kurang tahu, saya rasa Melati normal-normal saja. Â Apa kejadian Melati mempengaruhi ibunya? Saya jawab, tidak. Â Setelah kejadian itu, Melati tetap berpakaian minim, dan sering telanjang. Â
Saat Melati punya adik perempuan, ya sama saja. Â Sepupu Melati sebagai pelaku mungkin mengetahui hal tersebut dari video porno, atau apa yang saya tidak tahu. Â Tapi seandainya Melati tidak "hobi" berpakaian dan bertingkah seperti itu, mungkin hal itu tidak akan terjadi. Â
Nasi sudah jadi bubur, tinggal kita pikirkan cara agar buburnya tetap enak. Â Semoga cerita Melati tidak terulang pada orang lain. Â Dan semoga ibu-ibu sadar kalau meskipun masih bayi, tidak seharusnya anak dibiarkan telanjang dan dilihat banyak orang. Â
Karena setau saya, memperlihatkan foto anak telanjang saja sudah termasuk kekerasan pada anak, apalagi membiarkan orang melihat anak telanjang lari-lari sambil nari-nari. Â Berpakaianlah yang baik dan pakaikanlah pakaian yang baik untuk anak kita. BYE!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H