Sehina-hinanya tai ayam yang terinjak, lebih hina kau yang tak berani mempermalukan diri demi keinginanmu sendiri. Malah berharap Tuhan datang menggerakkan kaki perempuan itu melaju ke arahmu dan meminta selembar tisu untuk titik-titik keringat di dahinya dan kau bisa berkenalan dengannya.
Ya ampun, dasar manusia, lemah, bergantung pada sesuatu, padahal kedua kakinya sendiri kuat berdiri. Kukatakan padamu, manusia, harapan tanpa usaha itu seperti dandelion yang tengah mengawang ditiup angin, kecil sekali kemungkinan ia akan hinggap di hidungmu tanpa kau sendiri yang meraihnya dengan tangan dan menempatkannya ke hidungmu. Tetapi bukan berarti tak ada kemungkinan dandelion itu rusak karena cengkeraman tanganmu terlalu keras.
Aku sebentar lagi akan jadi bulan-bulananmu bila kakimu masih kau gerak-gerakkan di bawah meja. Sebentar lagi ia kan pergi, benar-benar sebentar lagi, sebab kini perempuan itu sedang berbicara dengan seseorang di seberang telepon sambil mencelingak-celingukkan kepalanya. Apa yang kan kau perbuat? Oh, lihatlah, kau tengah berdoa dengan putus asa.Â
Tuhan tertawa melihatmu melakukan itu, Ia sendiri sudah lebih dulu memberikan petunjuk untukmu, dengan mendatangkan keinginan yang sangat besar untuk berkenalan dengan perempuan itu, tapi kau memilih untuk tetap menunggu. Dan berdoa.
Oh lihatlah lagi, sebuah taksi biru sudah berhenti di depan kedai, gadis itu bangkit dari kursinya dan berjalan menuju pintu keluar dengan tergesa-gesa setelah membereskan meja yang sebelumnya berantakan oleh buku dan lembaran-lembaran.Â
Lantas ketika ia hendak menutup pintu, gagangan tasnya tersangkut pada besi dan menghamburkan benda-benda yang ada dalam pelukannya, termasuk telepon genggam terbanting ke lantai.
Entah apa yang terpikirkan olehmu kala itu, kau lantas bangkit dari kursi, dan...
Kini kau duduk dengan hati yang teramat senang. Setelah berkali-kali kau tak percaya melihat secarik kertas kecil berisi nomor telepon wanita itu.Â
Sayangnya aku tetap menjadi bulan-bulananmu sebab aku telah membuatmu begitu cemas sedari tadi lamanya, malah kau bisa mendapatkannya dengan sangat mudah hanya karena sebuah momen yang sangat kebetulan terjadi di dekatmu.
Lihatlah dirimu sendiri dari pantulan layar yang ada di hadapanmu, kau mengucap syukur sebanyak-banyaknya kepada Tuhan. Rencana Tuhan memang tidak ada yang bisa menebak, mungkin itulah mengapa mereka sangat mencintai Tuhan mereka sampai-sampai ada orang mati karena membela Tuhannya. Â
Ah, aku tak mengerti mengapa hal itu bisa terjadi. Mungkin karena aku bukan seorang manusia, yang memiliki tangan, kaki untuk berjalan ke manapun yang aku mau, melainkan sebuah angan-angan dari sesosok waktu yang telah berlalu. []