Ingatkah kau kepada adikmu? Yang seumur hidup tak pernah mendengar suara merdu dari mulutmu ketika menyatakan bagaimana perasaanmu sebenarnya kepadanya, tapi kau bilang akulah yang merenggutnya dari kehidupanmu, kanker tak ada apa-apanya dibandingkan aku, bla bla bla, itu terserah kepadamu.Â
Aku juga tak bisa protes, bahkan otak saja ku tak punya, bahkan tindakan untuk melawan pernyataan orang lain terhadap kau saja ku tak tahu sinonimnya adalah protes.Â
Aku selalu berharap menjadi dirimu, memiliki Tuhan dalam melepas segala keluh kesah, dan pegangan harapan. Lihat aku, aku sungguh menyedihkan, tidak ada apa-apa yang bisa kulakukan selain menjaga satu jarak langkah di belakangmu.
Suatu hari aku mencoba mengandaikan diriku menjadi sesosok manusia, apa yang pertama kali kan kulakukan sekiranya hal itu bisa terjadi? Menonton TV? Menyenangkan, tapi apakah hal itu sama seperti aku membunuh diriku sendiri? Membaca buku? Kuno.Â
Bagaimana dengan menulis, sudah lama sekali aku tak melihatmu menulis segala hal yang terjadi dalam satu hari hidupmu di dalam sebuah catatan klasik.Â
Suatu hari kau pernah bilang kepada ibu bahwa kau ingin aku untuk tak berlalu melewati kehidupanmu, dan menulis adalah salah satu caranya, untuk menapaki setiap langkah sehingga langkah yang telah terlewati serasa kembali dilangkahi, begitulah bahasanya, maaf aku tak bisa menulis dengan benar karena aku adalah waktu, tunggu, bagaimana bisa sebuah waktu menulis? Sedang otak tak punya, fisik tak punya.Â
Oh aku tahu, sudah sering sekali aku terlupa dan kembali teringat lalu terlupa kembali mengenai hal ini, aku dan kau adalah satu kesatuan, apa yang kau katakan datang daripadaku, apa yang kau ludahi adalah ludahku.Â
Sedari tadi, dua jam dari diriku sudah kau lewati tanpa apa-apa, selain sebuah tulisan singkat yang berjumlah tak lebih dari 1000 kata ini mengenai diriku sendiri.Â
Seharusnya dua jam yang telah berlalu beberapa menit lalu ini bisa kau manfaatkan untuk berbuat lebih banyak hal yang lebih positif daripada sebuah tulisan yang hanya berdiam di dalam laptopmu tanpa kau gunakan kemana-mana.Â
Contohnya seperti mendekati perempuan itu sebelum taksi yang ditunggunya datang sebentar lagi. Tapi kau memilih diam, dan melanjutkan tulisan ini dengan harapan perempuan itu yang menghampirimu lebih dulu.
Mustahil kawan, ia bahkan tidak menganggapmu ada di kedai kopi itu. Kau bagaikan telinga perempuan itu, yang ia sendiri saja tak bisa melihatnya kecuali ketika bercermin.Â