Mohon tunggu...
Nuty Laraswaty
Nuty Laraswaty Mohon Tunggu... Penulis - Digital Marketer , penulis konten

owner my own law firm,bravoglobalteam founder,trainer network marketing, trading, speaker in radio program( heartline fm - gaya fm) and multiply seminars,mc

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Saat Makanan pun Menjadi Media Pemersatu, Berbagi Bersama dan Imajinasi Liar

30 September 2018   04:05 Diperbarui: 1 Oktober 2018   03:24 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Adegan ini ada juga esensinya pada film Aruna dan Lidahnya. Adegan dimana berkumpul bersama, saat pikiran sedang sibuk dengan pendapatnya masing-masing serta diskusi yang berbuah pada perbedaan pendapat, namun belum meletup menjadi puncak keributan.

Kembali pada foto , maka dalam waktu sekian menit ke depannya, kamipun sibuk berpose nan manis , seolah menampilkan semua baik-baik saja dan akur-akur saja. Semua terlihat sedang bahagia, karena kenyang dan nikmatnya makanan dan minuman yang telah maupun sedang disantap.

Diskusi, perdebatan, dialog yang berbeda maupun sama pun seolah terbalut dalam benang merah yang universal, yaitu makanan dan minuman. Walaupun berbeda, kami tetap berada di ruang itu karena makanan dan minuman.

Makanan dan minuman pun menjadi media pemersatu

Berbagi bersama

Bagi yang sudah menonton film Aruna dan Lidahnya, tentu ingat akan momen di saat Aruna dan Bono ataupun Nad dan Farish,  saling berbagi makanan yang sedang dimakannya dari satu mangkuk atau piring, dicicipi bersama-sama sambil mengomentari cita rasa makanan tersebut, pembuatan , komposisi hingga tiba-tiba berbagi hal yang hanya dirasakan saja menjadi sebuah ucapan yang membentuk pemikiran kebersamaan ataupun momen perpisahan.

Momen itu hanya dapat terjadi saat dunia makanan dan minuman menyatu dan membuka pikiran terdalam serta mengakibatkan rasa jujur mengungkapkan isi hati dan perasaannya. Terlebih jika makanan dan minuman itu terasa cocok sekali dengan citra rasa indra perasa kita. Namun apabila tidak sesuai, maka rasa pun seolah menjadi rasa yang hanya kita sendiri fahami artinya dan bagi yang lain seolah hal yang absurd

Ah, anda bingung membaca tulisan saya?

Biasakanlah, karena dalam tiap scene film Aruna dan Lidahnya , banyak sekali bahasa filsafat bermain dan dengan digawangi oleh sang sutradara , Edwin. Bahasa filsafat ini terbalut dan tersimpul dalam, yang hanya dapat difahami setelah menonton untuk kesekian kalinya film Aruna dan Lidahnya, serta obrolan santai hingga serius akan film ini.

Jika hanya menonton sekali, yang ada rasakan mungkin hanya laper baper saja.

Namun bagi kamu yang ingin melihat tontonan santai tanpa mau memutar otak, film ini juga masih bisa dinikmati. Namun baiknya tentu bersama teman-teman, agar dapat saling menggosip dan yang penting "tidak kelaparan " sendirian saat sedang dan sehabis menonton film Aruna dan Lidahnya 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun