Mohon tunggu...
Demianus Nahaklay
Demianus Nahaklay Mohon Tunggu... Dosen - Announcer

Menjadi penyiar di radio adalah tugas mulia yang memungkinkan untuk mengedukasi, membangun persahabatan dan memberi solusi atas masalah sosial di masyarakat

Selanjutnya

Tutup

Diary Pilihan

Terjebak dalam Gelombang Laut: Memaknai Perlarian dari Panggilan Tuhan

8 Mei 2024   06:54 Diperbarui: 18 Mei 2024   07:58 303
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.istockphoto.com/id/foto/jonah-spit-di-pantai-oleh-ikan-besar-gm471873909-27036676

Terjebak dalam Gelombang Laut: Memaknai Pelarian dari Panggilan Tuhan"

Dalam perjalanan hidup, seringkali kita dihadapkan pada panggilan-panggilan yang mengubah arah hidup kita. Panggilan tersebut muncul dalam berbagai bentuk: dalam bisikan hati, dalam kejadian yang menggetarkan jiwa, atau dalam bentuk pesan yang jelas seperti dalam cerita Alkitab. 

Namun, sebagai seorang pemuda yang memiliki sejuta cita-cita kadang sulit menjatuhkan pilihan pada apa yang seharusnya menjadi pilihan utama. 

Kadang-kadang, mengalami banyak rintangan menyikapi  panggilan mulia  dari sang pencipta  tersebut. Inilah sekilas kisah perjalanan  hidup penulis tentang  bagaimana mencoba melarikan diri dari panggilan Tuhan dan belajar dari teguran-Nya di atas kapal KM Dobonsolo saat menuju Sorong, Papua Barat.

Memutar Haluan dari Panggilan

Berawal dari sebauh perjalanan yang saya tempu diusia pemuda beranjak dewasa. Masih teringat dalam benak saya  saat mengikuti sebuah kegiatan retreat pemuda gereja di sebuah lokasi STT yang sangat indah berdekatan dengan laut.  Lokasi itu namanya Kate-Kate Ambon. 

Sambil kami duduk diatas rumput hijau  dibawah pohon yang  rimbun daunnya, kegiatan Rohani pun dilaksanakan beberapa hari lamanya. Momen yang tak terlupakan saat itu hati saya diteguhkan melalui sebuah lagu pujian: "Ku mau jadi tangan Yesus" untuk menjadi seorang pendeta mulai muncul bagaikan benih-benih yang baru bertumbuh di atas permukaan tanah. 

Ada semangat, ada sukacita, ada harapan yang kuat mengiringi langkah saya. Setiap hari terasa semakin indah dengan panggilan-Nya. Dalam perjalanan waktu, terasa pupus sudah harapan  itu karena tindak lanjut dari sebuah penggilan adalah diproses  melalui Pendidikan teologi di Sekolah Tinggi Teologi. 

Untuk meredam hari-hari hidup yang semakin tidak  menentu, saya berusaha terlibat dalam pelayanan Rohani digereja. Pelayanan Pemuda, remaja dan Sekolah Minggu dan kegiatan pelayanan ibadah Street meeting di setiap emperan toko kota Ambon. Dan pada akhirnya hari-hari hidup yang saya lalui semakin tidak menentu.

Pelarian yang  Membawa Pertobatan

Sebuah penantian yang tidak kunjung tiba mendorong saya bertekad melarikan diri ke kota Sorong Papua Barat. Begitu kuat dalam benak saya bahwa biarkan saya pergi ketempat yang jauh, "siapa tahu semakin jauhke timur, panggilan-Nya mungkin  semakin hilang di hati". 

Berangkat dengan berat hati, tinggalkan semua aktivitas  pelayanan di gereja Ambon. Setelah tiba di Sorong  Papua Barat, saya berusaha menutup semua perasaan gelisah  dengan aktivitas yang begitu padat. 

Tujuannya agar pikiran saya tidak teringat lagi akan panggilan-Nya. Namun sungguh kata Tuhan :"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancaangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan". (Yer. 29:11)  Tuhan, bukan rancangan manusia, jalan Tuhan bukanlah jalan kita. Tuhan pembuat mujizat tepat pada waktunya..

Teguran di Atas Gelombang

Saat sedang dalam perjalanan menuju Sorong, Papua Barat, pada bulan Januari 1990, diatas kapal Pelni KM.Dobonsolo gelombang laut cukup besar menghantam badan kapal besar itu sehingga penumpang kapal merasa kurang nyaman, jatuh terkapar saat berjalan. 

Sumber Gbr:Info Kapal Pelni 2024
Sumber Gbr:Info Kapal Pelni 2024

Saat Tengah berbaring  ditempat tidur, bisikan terus mengiang di lubuk hati sekan ada perdebatan dengan suara itu. Tiba- tiba ada suara yang lebih kencang berbisik di hati saya untuk baca satu ayat Alkitab saja, dengan indah suara itu menuntun  dan membaca ayat Alkitab yang berbunyi demikian: "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil ( 1 Korintus 9:16). 

Saat itu tekanan dalam hati semakin kuat, perasaan sedih berkecamuk di hati saya. Seakan ada percakapan kecil di hati saya Bersama Tuhan. Suara itu Kembali berkata, "Kamu Namanya Nus! (nama panggilan kebiasaan orang Ambon). Masih ingatkah kamu akan kisah tragis nabi Yunus? Jika kamu lari, Aku berkuasa tenggelamkan kapal ini malam ini juga. 

Saya teringat wah, Yunus ditelan oleh ikan besar? Jangan -jangan saya juga menerima Nasib yang sama. Di tengah kekacauan dan ketakutan  itu, saya merasa sebuah panggilan kuat dari Tuhan menjadi abdi-Nya.

Dalam kepanikan dan kebingungan, saya berdoa diatas kapal KM Dobonsolo yang berayun-ayun. Saya berdoa kepada Tuhan, memohon ampun atas keputusan saya untuk melarikan diri dari panggilan-Nya.

Di tengah gelombang yang ganas, saya merasakan kehadiran-Nya dengan kuat. Kemudian, sebuah suara dalam hati memberi teguran yang tajam namun penuh kasih: "Mengapa engkau lari dari panggilan-Ku, anak-Ku?"

Pemulihan dan Pengampunan

Teguran itu seperti kilat yang menyadarkan. Saya menyadari bahwa melarikan diri tidak akan membawa kedamaian sejati. Dengan penuh penyesalan, saya memohon pengampunan dan memutuskan untuk menerima panggilan Tuhan dalam hidup saya.

 Badai mereda, dan suasana hati saya juga tenang. Saya tahu bahwa perjalanan ini adalah awal dari sebuah transformasi yang mendalam. Kisah ini juga mengajarkan bahwa teguran Tuhan bukanlah hukuman, tetapi panggilan untuk kembali kepada jalan-Nya.

Dalam kelemahan kita, Dia menawarkan kekuatan. Dalam dosa kita, Dia menawarkan pengampunan. Yang perlu kita lakukan hanyalah merespons panggilan-Nya dengan hati yang tulus dan penuh rasa syukur.

Dalam perjalanan menuju Sorong, Papua, saya belajar bahwa melarikan diri dari panggilan Tuhan adalah seperti mencoba melarikan diri dari bayang-bayang kita sendiri. 

Yang kita butuhkan hanyalah berhenti, mendengarkan, dan membiarkan cahaya-Nya memandu kita kembali ke jalan yang benar. Menindak lanjuti panggilan sang Pencipta, maka  pada bulan Agustus 1990 mujizat pun terjadi bagaikan kilat disiang bolong.  Dengan hati yang bergetar saya sekedar bertanya kepada bapak Pendeta Samuel Hartono: "Bahaimana caranya kita Sekolah Teologia"? Pendeta Samuel Hartono memberikan jawaban yang tidak nyambung dan berkata: Apakah mau Sekolah Alkitab?  Ayo! Besoknya  saya berangkat bersama Team pelayanan STT Berea yaitu pendeta Samuel Hartono dan dua orang teman lainnya dan kami  tiba tanggal, 17 Agustus 1990 di kota  Salatiga Jawa Tengah mengikuti Pendidikan sampai selesai.  Semoga bermanfaat

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun