Teguran itu seperti kilat yang menyadarkan. Saya menyadari bahwa melarikan diri tidak akan membawa kedamaian sejati. Dengan penuh penyesalan, saya memohon pengampunan dan memutuskan untuk menerima panggilan Tuhan dalam hidup saya.
 Badai mereda, dan suasana hati saya juga tenang. Saya tahu bahwa perjalanan ini adalah awal dari sebuah transformasi yang mendalam. Kisah ini juga mengajarkan bahwa teguran Tuhan bukanlah hukuman, tetapi panggilan untuk kembali kepada jalan-Nya.
Dalam kelemahan kita, Dia menawarkan kekuatan. Dalam dosa kita, Dia menawarkan pengampunan. Yang perlu kita lakukan hanyalah merespons panggilan-Nya dengan hati yang tulus dan penuh rasa syukur.
Dalam perjalanan menuju Sorong, Papua, saya belajar bahwa melarikan diri dari panggilan Tuhan adalah seperti mencoba melarikan diri dari bayang-bayang kita sendiri.Â
Yang kita butuhkan hanyalah berhenti, mendengarkan, dan membiarkan cahaya-Nya memandu kita kembali ke jalan yang benar. Menindak lanjuti panggilan sang Pencipta, maka  pada bulan Agustus 1990 mujizat pun terjadi bagaikan kilat disiang bolong.  Dengan hati yang bergetar saya sekedar bertanya kepada bapak Pendeta Samuel Hartono: "Bahaimana caranya kita Sekolah Teologia"? Pendeta Samuel Hartono memberikan jawaban yang tidak nyambung dan berkata: Apakah mau Sekolah Alkitab?  Ayo! Besoknya  saya berangkat bersama Team pelayanan STT Berea yaitu pendeta Samuel Hartono dan dua orang teman lainnya dan kami  tiba tanggal, 17 Agustus 1990 di kota  Salatiga Jawa Tengah mengikuti Pendidikan sampai selesai. Semoga bermanfaat
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H