Sebuah penantian yang tidak kunjung tiba mendorong saya bertekad melarikan diri ke kota Sorong Papua Barat. Begitu kuat dalam benak saya bahwa biarkan saya pergi ketempat yang jauh, "siapa tahu semakin jauhke timur, panggilan-Nya mungkin  semakin hilang di hati".Â
Berangkat dengan berat hati, tinggalkan semua aktivitas  pelayanan di gereja Ambon. Setelah tiba di Sorong  Papua Barat, saya berusaha menutup semua perasaan gelisah  dengan aktivitas yang begitu padat.Â
Tujuannya agar pikiran saya tidak teringat lagi akan panggilan-Nya. Namun sungguh kata Tuhan :"Sebab Aku ini mengetahui rancangan-rancangan apa yang ada padaKu mengenai kamu, demikianlah firman TUHAN, yaitu rancaangan damai sejahtera dan bukan rancangan kecelakaan, untuk memberikan kepadamu hari depan yang penuh harapan". (Yer. 29:11) Â Tuhan, bukan rancangan manusia, jalan Tuhan bukanlah jalan kita. Tuhan pembuat mujizat tepat pada waktunya..
Teguran di Atas Gelombang
Saat sedang dalam perjalanan menuju Sorong, Papua Barat, pada bulan Januari 1990, diatas kapal Pelni KM.Dobonsolo gelombang laut cukup besar menghantam badan kapal besar itu sehingga penumpang kapal merasa kurang nyaman, jatuh terkapar saat berjalan.Â
Saat Tengah berbaring  ditempat tidur, bisikan terus mengiang di lubuk hati sekan ada perdebatan dengan suara itu. Tiba- tiba ada suara yang lebih kencang berbisik di hati saya untuk baca satu ayat Alkitab saja, dengan indah suara itu menuntun  dan membaca ayat Alkitab yang berbunyi demikian: "Celakalah aku, jika aku tidak memberitakan Injil ( 1 Korintus 9:16).Â
Saat itu tekanan dalam hati semakin kuat, perasaan sedih berkecamuk di hati saya. Seakan ada percakapan kecil di hati saya Bersama Tuhan. Suara itu Kembali berkata, "Kamu Namanya Nus! (nama panggilan kebiasaan orang Ambon). Masih ingatkah kamu akan kisah tragis nabi Yunus? Jika kamu lari, Aku berkuasa tenggelamkan kapal ini malam ini juga.Â
Saya teringat wah, Yunus ditelan oleh ikan besar? Jangan -jangan saya juga menerima Nasib yang sama. Di tengah kekacauan dan ketakutan  itu, saya merasa sebuah panggilan kuat dari Tuhan menjadi abdi-Nya.
Dalam kepanikan dan kebingungan, saya berdoa diatas kapal KM Dobonsolo yang berayun-ayun. Saya berdoa kepada Tuhan, memohon ampun atas keputusan saya untuk melarikan diri dari panggilan-Nya.
Di tengah gelombang yang ganas, saya merasakan kehadiran-Nya dengan kuat. Kemudian, sebuah suara dalam hati memberi teguran yang tajam namun penuh kasih: "Mengapa engkau lari dari panggilan-Ku, anak-Ku?"