Banyak orang yang menghalalkan segala cara  agar orang lain mengikuti hasratnya. Baik itu dalam konteks dakwah personal maupun dakwah kelompok sekalipun.
Dewasa ini, cara yang demikian jusstru terkesan sangat kuno, bahkan tak lagi berdampak signifikan untuk mencapai apa yang diinginkan. Hasilnya, mereka hanya mendapatkan kebencian sekaligus cercaan dari banyak pihak.
Sebelum terjun kedalam pembahasan dakwah persuasive, kita perlu mengetahui masalah lawan bicara dan/atau latar belakangnya terlebih dahulu. Menurut Oh Su Hyang, untuk menaklukan hati komunikan, seorang pendakwah harus menerapkan rumus :
Comunication = Quetion x Praise x  ReactionÂ
Yang berarti, komunikator atau pendakwah harus lebih banyak mendengar dibandingkan berbicara guna menguak isi hatinya. Itu karena mendengarkan situasi dan permasalahan adalah kunci dalam dakwah persuasive itu sendiri. Tidak semena-mena mempersekusi tanpa adanya tabayyun dari detailnya masalah.
Nah, setelah menguasai algoritmanya, maka langkah terakhir dari dakwah persuasive harus dilumas oleh beberapa teknik.
Menurut Oh Su Hyang, dalam bukunya "Komunikasi Itu Ada Seninya", ada 4 teknik dalam persuasi untuk menghadirkan "Ya" sekaligus memberikan hasil yang diinginkan :
1. The Law of Authority "Hukum Otoritas"
Yaitu meminjam wewenang atau dalil untuk memperkuat suatu ucapan. Contoh :
A : "Rokok itu kan tidak baik.. Berhentilah merokok. Sebagai seorang muslim kamu juga harus menghindari syubhat-syubhat.."
B : "Ini baru saja dirilis oleh Harvard Medical School. Dampak buruk rokok pada tubuh manusia.."
Menurut Albert Cialdini dalam buku "Komunikasi Itu Ada Seninya", kalimat B lebih efektif. Karena ketika anda memberikan suatu  alasan maka harus disertakan juga dengan rujukan dalil yang kuat. Itu akan memperbesar daya persuasinya.
2. Langer's Experiment "Eksperimen Langer"
Teknik ini sudah dijelaskan oleh Ellen Langer salah seorang professor dari Harvard University bahwasannya menjabarkan sebuah alasan (penggunaan kata karena) sangat efektif untuk membujuk orang lain. Contoh :
A : "Jangan meminum khamr! Atau kamu akan masuk neraka gara-gara itu."
B : "Jangan meminum khamr! Karena khamr adalah minuman yang haram dan zat didalamnya bisa merusak sel tubuh."
Bandingkan antara contoh A dan B mana yang alasannya lebih kuat?
3. Hawthorne Effect "Efek Hawthorne"
Tatapan mata atau kalimat non-verbal lebih kuat dibandingkan ucapan memerintah secara langsung. Dari memaksa seseorang dengan nada memerintah, orang-orang akan sangat terpengaruh apabila ada seseorang yang memerhatikannya, entah itu dalam bentuk pengawasan atau perhatian.
4. The Robbers Cave Experiment "Eksperimen Gua Robber"
Konflik akan berkurang secara signifikan dalam kelompok heterogeny sekalipun, jika mereka memiliki tujuan bersama. Contoh :
A : "Dewasa ini, Ketika seorang muslim hanya memandang sebelah mata sunnah Rosulullah SAW maka siapa lagi yang akan menghidupkannya?. Sekarang sudah saatnya kita bergerak bersama untuk menyatukan satu tujuan dalam menegakkan sesuatu yang telah lama hilang itu."
5. Memberikan apa yang mereka inginkan bukan menuruti apa yang anda inginkan.
Jadi, begitulah dakwah yang sifatnya tidak langsung mempersekusi dan/atau tidak semerta merubah sesuatu secara instan. Seperti tetesan air yang melubangi batu bukan karena kekuatannya, melainkan adanya air yang menetes terus-menerus. Karena sejatinya dakwah itu mengalir dengan halus memasuki sanubari setiap insan. Bukan memaksakan kehendak.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H