Mohon tunggu...
Paulinus Kanisius Ndoa
Paulinus Kanisius Ndoa Mohon Tunggu... Dosen - Sahabat Sejati

Bukan Ahli, hanya ingin berbagi kebaikan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menatap dan Menata Wajah Pendidikan di Indonesia

8 Agustus 2021   13:17 Diperbarui: 8 Agustus 2021   13:45 911
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Miris memang. Kedua kendala ini masih ditemukan oleh masyarakat yang berada di wilayah dengan labelisasi 3 T: terdepan, terluar dan tertinggal. Dan jika ini terus berkepanjangn terjadi, maka hampir pasti label 3 T ini akan menjadi predikat abadi untuk mereka.

Lalu harus bagaimana? Siapa yang bertanggungjawab atas ini? pertanyaan pertama bicara tentang strategi sedangkan yang kedua bicara soal pihak mana.

Kita mulai saja dengan pertanyaan kedua. Siapa yang bertanggungjawab? tentu kita tidak sulit menjawabnya jika merujuk kepada undang-undang. 

Dengan terang benderang konstitusi mengamanatkan bahwa setiap warga Negara Indonesia berhak mendapatkan pendidikan dan kewajiban pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang diatur oleh undang-undang (Danny Meirawan, 2010:17-18).

Dari amanat UUD 1945 pasal 31 ini tersirat maksud bahwa pendidikan secara konstituisonal adalah hak warga Negara Indonesia. Karena itu, pemerintah sebagai penyelenggara Negara berkewajiban memberikan akses yang memungkinkan warga Negara mendapatkan pendidikan.

Pendidikan di Indonesia masih mengalami sejumlah problem

Dengan demikian kita sampai kepada pertanyaan pertama. Bagaimana caranya? Hemat saya ini pertanyaan paling penting, karena akan menyoroti strategi, upaya kongkrit dan jalan keluar yang ditempuh agar pendidikan yang adalah hak ini dapat diakses oleh semua warga negara.

Untuk menentukan strategi, pemerintah pasti terlebih dahulu berusaha menemukan apa saja kendala yang menjadi penghambat akses masyarakat kepada pendidikan. 

Sebaran sekolah-sekolah yang tidak merata, tidak menjangkau sampai ke pelosok dan yang kedua adalah kemampuan orang tua dalam menyokong pembiayaan pendidikan anaknya. Hemat saya dua hal ini adalah kendala utama.

Sejauh saya amati, minimal di tempat dimana saya berkarya, disana sini pemerintah mulai membenahi kesulitan masyarakat akan akses kepada pendidikan. 

15 tahun lalu sekolah-sekolah Menengah Atas misalnya hanya tersedia di pusat kota kabupaten, dan beberapa di kecamatan. Tetapi sekarang gedung-gedung sekolah tingkat menengah atas, entah SMA, atau SMK sudah berdiri di banyak kecamatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun