Mohon tunggu...
Nur Wahdah Maulidyah
Nur Wahdah Maulidyah Mohon Tunggu... Mahasiswa - 22107030085 Mahasiswa UIN SUNAN KALIJAGA

Penikmat anime Jepang yang sedang tergila-gila dengan seorang idol Korea

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence Pilihan

Hadirnya ChatGPT, Sang Kecerdasan Buatan: Bagaimana Nasib Masa Depan?

22 Maret 2023   18:26 Diperbarui: 22 Maret 2023   18:42 466
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

ChatGPT, kecerdasan buatan besutan OpenAI perusahaan milik Elon Musk dan Sam Alltman mengguncang dunia. Ia telah memiliki 1 juta pengguna hanya dalam satu minggu sejak diluncurkan. Kehadiran chatGPT akan mendisrupsi segalanya. Ia seperti bom atom perangkat lunak yang akan meluluhlantakkan dunia yang kita kenal sekarang.

Apa aja sih yang chatGPT bisa lakukan? Bagaimana cara kerjanya? Apa peluang dan ancaman yang ia bawa untuk umat manusia?

ChatGPT adalah kecerdasan buatan atau AI yang merupakan varian dari Generatif Pre-training Transformer. ChatGPT dikembangkan oleh OpenAI, sebuah laboratorium riset kecerdasan buatan yang didirikan oleh Elon Musk, Sam Altman, Greg Brokman dan lainnya pada Desember 2015. Mereka membangun OpenAI untuk mempromosikan dan mengembangkan AI yang ramah dan bisa memberi banyak manfaat bagi kehidupan umat manusia. 

Selain ChatGPT, OpenAI juga membuat Whisper yang dapat membuat sistem pengenalan suara otomatis, juga DALL.E yang dapat menghasilkan gambar dan karya seni berbasis AI.

Emang secanggih apa sih chatGPT itu? Apa yang bisa dia lakukan? Ternyata memang banyak kebisaannya. Dia bisa menjawab pertanyaan apa saja, melakukan pemrograman dasar, membuat analisis keuangan, menulis puisi, menciptakan lagu, menulis artikel, dan esai. Dia juga bisa meniru, menjelaskan, bahkan mengingat apa yang sudah dikatakan. 

Kalau ditanya, dia bisa menguraikan ide-ide dan menantang premis yang salah, juga menolak permintaan yang tidak pantas, bahkan kalau dia membuat kesalahan dia minta maaf. 

Lebih dari itu semua, dia juga bisa meringkas artikel ilmiah, menjalankan fungsi customer service berbasis chat, membuat prediksi dan menterjemahkan bahasa serta dia bisa menghibur karena dia bisa membuat lelucon. Semua kebisaan itu adalah hasil dari dataset masif yang terus-menerus dipelajarinya.

Ada banyak alasan kenapa chatGPT bisa membuat heboh karena dia bisa mengerjakan sesuatu yang biasanya dilakukan hanya oleh orang-orang yang kompeten di bidangnya. Dia juga menguasai berbagai jenis kemampuan. Bisa jadi tidak ada satu manusia pun yang menguasai kemampuan sebanyak yang bisa dilakukan oleh chatGPT. 

Belum lagi kecepatannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Kalau manusia butuh hitungan jam untuk menyelesaikan suatu pekerjaan, chatGPT bisa menyelesaikan pekerjaan itu hanya dalam hitungan detik. Sebetulnya lebih banyak lagi pekerjaan yang bisa dilakukan oleh chatGPT, misalnya dia bisa membantu programmer menulis baris-baris kode dalam membuat sebuah aplikasi juga membantu menganalisa data keuangan dan memberikan rekomendasi.

Ucapan dari Yuval Noah Harari, sejarawan dan penulis buku Homo Deus, bisa mewakili kekhawatiran kita. Dia bilang, "Kita tengah menghadapi situasi unik dalam sejarah umat manusia. Untuk pertama kalinya kita tidak memahami bagaimana gambaran pasar kerja pada 20 hingga 30 tahun mendatang." 

Jadi chatGPT tetap dinilai berpotensi mendisrupsi dunia kerja. Sebelumnya AI level dasar dan robot sudah menggusur para pekerja kerah biru dan sekarang chatGPT diprediksi akan mendisrupsi sektor pekerja kerah putih. 

Dia bisa mendisrupsi para copywriter, content writer, programmer pemula, dan knowledge worker lainnya. ChatGPT juga membuat para guru dan dosen cemas karena muridnya atau mahasiswanya bisa saja memakai chatGPT untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. Bayangkan saja ya chatGPT bisa bikin esai, mengerjakan tugas desain, fisika, kimia, musik, dan semuanya.

Seorang pengamat pernah mencoba membuat esai menggunakan chatGPT terus dicek menggunakan aplikasi pemeriksa plagiarisme, hasilnya tidak ada indikasi esai itu produk plagiat. Esai itu dinilai original dan unik. Maka berbagai universitas wajar kalau jadi heboh. 

Di George Washington University sekarang ini banyak profesor menghilangkan PR. Ujian open book juga dihapus karena rentan dikerjakan mahasiswa dengan menggunakan chatGPT. 

Sekarang mereka lebih banyak memberi tugas di kelas, membuat makalah tulisan tangan, kerja kelompok, dan ujian lisan. Selain itu, sekitar 6.000 dosen dari Harvard University, Yale University, University of Rhode Island sudah mengajukan GPTZero. Itu adalah program yang bisa mendeteksi dengan cepat teks yang dihasilkan oleh AI. Salah satu aplikasi deteksi plagiarisme namanya turnitin, fiturnya akan diperkaya supaya bisa mengidentifikasi penggunaan AI.

Menariknya lagi bahwa dengan chatGPT, para pekerja bisa mengerjakan tugas yang berhubungan dengan teknologi walaupun mereka tidak memiliki keterampilan IT. Pekerja yang bekerja secara manual bisa naik kelas menjadi knowledge worker. 

Seorang Frontline workes misalnya, bisa berpartisipasi dalam transformasi digital di perusahaannya dengan menggunakan AI untuk mendesain proses kerja yang lebih baik. Dengan begitu terbukalah peluang karir yang lebih luas dan lebih tinggi bagi si Frontline worker tadi. 

Oleh karena itu, lihatlah chatGPT sebagai tools untuk membantu kita berkarya lebih produktif. Pandanglah chatGPT seperti kalkulator yang membuat berhitung jadi lebih mudah atau seperti aplikasi pengecekan ejaan pada Word processor yang memudahkan kita dalam menulis artikel.

Maka dengan memanfaatkan chatGPT sebagai tools, kita bisa memanfaatkan waktu tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan pekerjaan yang lebih penting dan lebih krusial. Biarlah AI yang melakukan pekerjaan teknis dan berulang. 

Pada akhirnya penggunaan AI akan mengotomasi semua pekerjaan teknis bahkan sebagian pekerjaan kreatif. Maka fokuslah pada pekerjaan yang strategis, pekerjaan yang tidak bisa dilakukan oleh robot. 

Itulah sebabnya ke depan nanti keterampilan soft skill jadi lebih diperlukan, misalnya seperti kreativitas, inovasi, problem solving, komunikasi, dan hubungan interpersonal. Sebab sampai saat ini hanya itulah skills yang belum direbut oleh AI.

Meski dianggap canggih, chatGPT masih memiliki beberapa keterbatasan. Pertama, chatCPT didasarkan pada model bahasa pemrograman. Itu membutuhkan pelatihan supaya bisa berfungsi dengan baik. 

Padahal pelatihan teknologi AI itu mahal. OpenAI hanya melatih model sekali dengan semua kesalahan yang masih dimiliki oleh model tersebut. Kedua, chatGPT beroperasi dengan input data tahun 2021. Jadi dia tidak tahu apa yang terjadi setelah tahun 2021. 

Ketiga, chatGPT tidak mampu memahami makna teks seperti manusia. Dia tidak mampu memahami sarkasme atau ironi karena dia hanya model statistik yang bekerja berdasarkan pola data yang diterimanya. 

Keempat, jawaban chatGPT masih bisa salah. Validitas dan reliabilitas jawabannya belum sepenuhnya akurat. Dia juga belum mampu berpikir kritis. Dia hanya mampu memaparkan fakta-fakta yang telah dikumpulkan dari sampel text di internet dan menuliskannya kembali.

Nah dengan keterbatasan itu bagaimana sih masa depan chatGPT?
ChatGPT dan model bahasa lainnya akan terus berkembang. Aspek yang mungkin akan dikembangkan banyak, misalnya seperti membuat model lebih efisien dan cepat, sehingga bisa lebih mudah digunakan dalam berbagai macam aplikasi juga aspek yang membuat model jadi lebih powerful, tidak rentan terhadap kesalahan, bias, dan keterbatasan lainnya. 

Aspek penting lainnya adalah meningkatkan kemampuannya untuk memahami dan merespon masukan yang tidak sesuai. Memahami kasus-kasus langkah dan menghasilkan teks dengan konteks dengan emosi. Penelitian terus dilakukan untuk mengintegrasikan common sense atau pemikiran akal sehat dan pengetahuan eksternal, juga memahami sarkasme dan ironi supaya chatGPT lebih mirip manusia.

Suka tidak suka, siap tidak siap, AI atau kecerdasan buatan seperti chatGPT ini akan menjadi bagian dari keseharian kita. Maka pilihannya ada pada kita. Apakah kita akan membiarkan diri kita jadi obsolit karena pekerjaan kita sudah diambil alih oleh AI atau kita justru belajar untuk memanfaatkan AI untuk membuat diri kita jadi lebih produktif? 

Saat ini kita berada di sebuah pivotal moment. Bagaimana kita bekerja, berkarya, dan belajar tidak akan sama seperti dulu lagi. Terimalah kenyataan itu dan mulailah melatih diri untuk menjadi bagian dari masa depan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun