Mohon tunggu...
Sosbud

Budaya Literasi yang Tak Lagi Populer

2 November 2018   08:05 Diperbarui: 2 November 2018   08:39 396
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Masih ingat kah anda pada kebahagian di masa-masa balita? Sangat menenangkan hati ketika kita flashback ke masa-masa tidak ada rasa stress, aktivitas hanya main, belajar baca tulis, makan, lalu kembali tidur. Bukankah akan lebih indah jika anda dapat menyulap hal-hal tersebut kembali terjadi di masa dewasa seakan-akan menghilangkan usia dewasa dalam hidup anda?  Wah, tentu sangat mengerikan jika semua itu benar-benar terjadi. 

Kemampuan baca tulis tentu sangat penting bagi semua orang khususnya bagi generasi saat ini. Tetapi apakah anda tahu diluar sana ada banyak orang-orang dewasa yang masih belum memahami betul cara menulis bahkan belum bisa membaca dengan benar. 

Ya, orang-orang itu memang ada, dan kekurangan mereka inilah yang biasa disebut dengan buta aksara. Buta huruf/ buta aksara merupakan ketidakmampuan seseorang dalam baca tulis. Yang dimaksud dalam dapat baca tulis adalah dapat membaca dan mengerti kalimat; termasuk kalimat sederhana, juga huruf braile. 

Ketidakmampuan yang disebut demikianawalnya terjadi pada masa penjajahan, karena pada saat itu para penjajah sengaja membiarkan rakyat Indonesia tidak berpendidikan dan terbelakang, bahkan mereka hanya menyekolahkan rakyat yang memiliki keturunan ningrat agar rakyat Indonesia lainnya tidak memiliki sedikitpun kesempatan untuk mencicipi dunia pendidikan. 

Dan hal ini merupakan kerugian yang sangat besar bagi rakyat kita karena waktu demi waktu, penjajah makin menindas kebutuhan pokok maupun kebutuhan pendidikan rakyat Indonesia pada zamannya. Tapi bagaimana dengan penyebab buta aksara di zaman millennial ini?

Belum semua masyarakat daerah di Negara kita bebas dari buta huruf. Apakah anda percaya saat ini, ternyata jumlah angka buta aksara masih tersebar di beberapa provinsi, yaitu;  Nusa Tenggara Barat (7,91%), Nusa Tenggara Timur (5,15%), Sulawesi Barat (4,58%), Kalimantan Barat (4,50%), Sulawesi Selatan (4,49%), Bali (3,57%), Jawa Timur (3,47%), Kalimantan Utara (2,90%), Sulawesi Tenggara (2,74%), Jawa Tengah (2,20%), tidak lupa yang terahir dan yang paling melunjak presentasenya, yakni Papua (28,75%). Jika dilihat dari perbedaan gender, tampak bahwa perempuan memiliki angka buta aksara lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki dengan jumlah, yakni 1.157.703 orang laki-laki, dan perempuan 2.258.990 orang.

Jadi, apa anda sudah menemukan jawaban mengapa pada zaman generasi micin ini masih banyak masyarakat yang masih mengalami buta aksara? Salah satu penyebabnya yaitu banyak orang-orang di daerah tersebut hanya dapat berbahasa daerah dan tidak mengerti bahasa Indonesia, bahkan mereka tidak diberikan sekolah atau tempat pendidikan yang lebih layak. 

Mereka tentu memerlukan telepon, internet, dan teknologi lainnya agar mereka bisa tau lebih tentang kehidupan diluar daerah mereka. Yang kedua, masalah pada perkembangan zaman dan teknologi. Mayoritas dari orang yang memiliki ketidakmampuan ini merupakan generasi berusia lanjut yang hidup tanpa kenal dengan yang namanya teknologi. 

Pada era ini, telah banyak materi pendidikan yang dipublikasikan lewat dunia cyber; e-book, platform online learning seperti quipper, ruangguru, zenius dan masih banyak lagi platform bimbingan belajar yang sangat bermanfaat untuk memberdayakan tingkat pendidikan generasi ini. 

Alasan selanjutnya yaitu beratnya kondisi geografis Indonesia. Tidak hanya mindset, kondisi geofrafis negara kita ini juga memberikan pengaruh besar dalam banyak hal khususnya keadaan penduduk Indonesia; pekerjaan, pola pemukiman, juga termasuk perdagangan. 

Tapi bagaimana dengan masyarakat yang tingkat ekonominya dibawah rata-rata? Mayoritas dari mereka pasti setidaknya memilii mindset atau pernah berfikiran untuk tidak memasuki dunia pendidikan.  dibarengi dengan anggapan mereka bahwa pendidikan hanya akan membuang waktu dan uang, mereka lebih baik bekerja untuk membiayai kebutuhan pokok sehari-hari dibandingkan menginvestasikan ilmu yang berguna dalam dunia pekerjaan yang akan diinjaknya nanti. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun