Mohon tunggu...
Nurul Muslimin
Nurul Muslimin Mohon Tunggu... Dosen - Orang Biasa yang setia pada proses.

👉The all about creative industries world 👈 Producer - Writer - Lecturer - Art worker

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Artikel Utama

Produksi Film: Layar Lebar atau

30 Juni 2017   22:15 Diperbarui: 6 Juli 2017   06:12 5229
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: whatsonchengdu.com

Sekarang ini di era digital membawa efek yang berbeda. Produksi film layar lebar tidak 'wajib' dengan media seluloid. Dengan kamera digital DSLR pun jadi. Tentu dengan format tertentu. Dan harganya pun  lebih murah dibandingkan dengan media seluloid. Sutradara pun tidak harus naik pitam jika terjadi kesalahan dalam adegan. Meskipun hal-hal semacam ini ada batasannya. Artinya beberapa kesalahan masih bisa ditolerir sepanjang tidak keterlaluan.

Dalam produksi film layar lebar, seorang produser mesti paham konsekuensinya. Apa itu?

Sebuah produksi film layar lebar telah ditempeli brand image yang cukup prestisius, karena biasanya menggunakan equipment mahal, pemain utamanya artis ibukota, propertinya juga mahal, jumlah kru (tim produksi) yang banyak, otomatis bisa disimpulkan bahwa produksi film layar lebar berbiaya mahal dan mewah! Aku yakin, image ini masih menempel dalam benak khalayak, apalagi para kru (tim produksi).

Sumber Daya Manusia (SDM)/kru film yang telah mengenyam produksi film layar lebar sangat sadar akan perbedaan treatment antara pola produksi film layar lebar dengan produksi film non-layar lebar. Kontraprestasi finansialnya (fee-nya) pun mengikuti elemen lain, semua menjadi 'wah' dan relatif mahal!

Biasanya kru film yang akan direkrut untuk masuk dalam tim produksi akan menanyakan, "film apa yang mau digarap?, "Durasi berapa menit? Digarap (shooting) berapa hari?" dan berapa kontraprestasi (fee) yang akan didapat. Maka produser harus menjelaskan dan tegas mengatakan jenis film apa yang mau digarap. Film layar lebar atau film layar 'sempit' (non-layar lebar)? Termasuk lama produksinya dalam berapa hari. Ini yang akan dicantumkan dalam ketegasan di dalam kontrak kerja tim produksi.

Kejelasan orientasi pada film yang akan digarap; apakah film layar lebar atau non-layar lebar tentu akan menentukan standard fee yang akan diajukan oleh calon kru film. Minimal situasi dan kondisi ini ada di Jogja. Karena bisa jadi hal ini tidak berlaku di kota lain. Di Jogja masih berlaku pola 'persahabatan' dalam komunitas filmmaker. Di mana kontraprestasi kru film atau pun pemain akan menyesuaikan dengan jenis film-nya. 

Apalagi untuk sebuah TA (Tugas Akhir) kuliah. Dalam penggarapan TA, sering kali dengan pola 'gotong-royong'. Kru dan pemain film tak perlu diberikan fee, tapi cukup bisa makan, rokok dan kopi bareng-bareng. Jika ada fee-nya pun tidak semahal ketika produksi film komersial. Kelenturan ini semata-mata bentuk sebuah kerja bersama yang pada gilirannya bisa terjadi secara bergiliran di antara teman jika sedang membuat TA atau film non komersial yang lain.

Dalam produksi film pendek yang diorientasikan untuk festival pun bisa terjadi demikian. Karena sekelompok komunitas film maker telah mempunyai komitmen bersama untuk sebuah idealisme karya bersama. Inilah, kenapa produksi film pendek bisa terjadi dengan low-budget.

Di era digital sekarang ini pola produksi film kadang terjadi anomali. Apa itu? Terkadang film yang bukan diorientasikan untuk layar lebar (komersial), dan hanya untuk festival, namun karena film itu memenangkan beberapa festival film bergengsi, akhirnya film itu ditayangkan pula di layar lebar. 

Film "Siti", misalnya. Menurutku ini semacam 'bonus' untuk sebuah film yang berkualitas. Film seperti ini otomatis mempunyai dua (2) keuntungan; yaitu menang dalam festival dengan berbagai gelar penghargaan, dan ditambah bisa ditayangkan dalam layar lebar.

Efek jenis film yang digarap apakah layar lebar atau bukan juga berimbas pada bidang lain. Properti misalnya. Kadangkala persewaan properti menerapkan harga yang berbeda antara film layar lebar atau bukan. Termasuk juga lokasi shooting. Pemilik lokasi pun akan menerapkan harga yang relatif tinggi untuk sebuah priduksi film layar lebar, dibandingkan dengan produksi film non-komersial atau film untuk TA (Tugas Akhir).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun