Sudah sering kali aku mendatanginya, tapi ini rasanya sungguh berbeda. Â Bukan sebagai sahabat seperti biasa, Â tapi sebagai calon pacar. Aha.... itu kalau diterima.
Tapi debaran itu seketika berhenti. Langkah kakiku  serasa sangat berat seperti ada batu besar yang membebani. Aku melihat Rani sedang duduk dan bercanda di serambi kos bersama Ilham.Â
Apa aku harus putar balik ? Â Of course not. Tekadku sudah bulat. Sebulat bola yang dengan tidak sopan menyapa kepalaku dalam perjalanan menuju kos Rani tadi.Â
Apes memang. Â Tapi setiap usaha memang butuh perjuangan, bahkan perngorbanan. Â Jadi aku tidak akan menyerah semudah itu. Â
Dengan langkah pasti, aku menghampiri keduanya. Dan dengan suara tegas aku berucap. Â
"Ran aku pengen ngomong penting sama kamu, berdua."
Gadis itu mengeryit dalam.  Aku lihat dia menahan tawa.  Menatap aneh  aku yang terlihat serius seperti ini.  Tapi masa bodoh, yang penting aku bisa bicara berdua. Â
Rani berbicara sebentar dengan Ilham. Begitu Ilham berlalu, tanpa ditanya lagi aku segera mengeluarkan isi hatiku. Â
"Aku suka kamu Rani, aku  cinta kamu.  Kamu mau jadi pacar aku kan? "
Reaksi yang tak terduga dari Rani membuat dadaku kembali berdebar. Gadis itu tiba-tiba menangis. Aku jadi merasa bersalah. Â
Apa dia sudah ditembak dulu oleh Ilham ? Dan tidak tega mau bicara padaku karena kita sudah lama jadi sahabat ?