Mohon tunggu...
Cerpen

Kambing Mbah Kakung

3 Januari 2018   10:03 Diperbarui: 3 Januari 2018   10:15 633
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

***

 Waktu terus bergulir, malam ini adalah malam Jumat. Seperti biasa Mbah Kakung melakukan ritualnya. Kambing buluk itu ia masukkan ke kamarnya. Kamarnya terkunci rapat, hanya aroma kemenyan dan kantil yang semerbak melewati ventilasi kamar dan menembus rongga hidungku. 

Sementara itu kulihat Mas(3) Anwar, kakakku yang sebelumnya asyik menonton televisi langsung menekan tombol off  pada remot televisi yang dipegangnya. Lantas masuk ke kamar karena tak tahan akan bau menyengat kantil dan kemenyan. Bapak dan ibu pun juga langsung menuju teras depan mencari udara segar yang terbebas dari aroma kantil dan kemenyan.

Aku pun juga langsung memasuki kamar menyusul MasAnwar. Ya, aku memang satu kamar dengan kakakku. Kubuka pintu kamar perlahan. Tampak MasAnwar sedang duduk terdiam di meja belajarnya. Buku Biologi kelas XI SMA yang ada dihadapannya pun tak dibacanya, hanya dipegang lalu sesekali diketuk-ketukkan ke meja belajar. Sepertinya ia sedang memikirkan sesuatu.

"Mas, sampeyan(4)  kenapa?"

"Gak apa-apa Yan, aku cuma mikir bagaimana cara melenyapkan kambing buluk itu dari rumah ini."

"Tapi Mas,nanti kalau Mbah Kakungmarah gimana?" Pertanyaan polos itu meluncur dari mulutku.

"Biarkan saja Yan, aku sudah muak dengan kambing buluk itu. Gara-gara Paimin tingkah Mbah Kakungjadi seperti orang gila. Nama baik keluarga kita juga tercemar."

Melihat kakakku yang emosi aku langsung membaringkan badan di kasur.  Menutup mukaku dengan selimut tipis. Bersiap untuk tidur dan bersiap memimpikan nomor keberuntungan Mbah Kakung. Ya, lebih tepatnya nomor  togel yang akan dimenangkan Mbah Kakung.

***

Suara riuh pagi telah menggema di hari ini. Dingin angin sesekali membuatku malas untuk beranjak dari kasur. Dengung nyamuk pun sesekali masih tertangkap gendang telingaku. Membuatku semakin betah berada di balik selimut. Namun kewajibanku sebagai siswa tak bisa kulewatkan. Aku harus berangkat Seklah meski dingin masih enggan beranjak. Terpaksa aku langsung bangun dan mandi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun