Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Ladang Pencemaran

18 Agustus 2016   12:20 Diperbarui: 18 Agustus 2016   12:29 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            “Iya Prof.” Sambung kami.

            “Aku sudah berkali-kali mengirim surat permohonan agar tempat ini tidak dijadikan pabrik. Tetapi surat-suratku itu ditolak mentah-mentah. Bahkan aku juga sudah berkali-kali memohon secara langsung. Tapi tetap saja tak ada respon positif. Seperti kataku tempo lalu, aku tak punya wewenang atas tempat ini.”

            “Iya prof saya paham akan perasaan Profesor, saya dan Chris juga merasakan hal yang sama.”

            “ Baru kali ini aku mengalami sebuah kegagalan besar sepanjang sejarah hidupku menjadi seorang ilmuan.”  Profesor Masaru menyatakan hal itu  dengan penuh penyesalan dan kekecewaan.

            Aku dan Chris menghela nafas panjang. Kami larut dalam sebuah dilema yang menyakitkan. Lebih sakit daripada tersengat nematokis hewan coelenterata. Betapa kami telah gagal mempertahankan hijaunya tempat ini, gagal dalam melindungi flora dan fauna langka. Kami telah gagal menjaga sumber daya alam yang ada di tempat ini. Kami kalah telak dengan orang-orang tak bermoral yang tega  menggadaikan kekayaan alam dengan dalih memajukan industri bangsa. 

Ya, orang-orang itu sungguh kejam. Semboyan-semboyan “Back To Nature” hanyalah kebohongan besar bagi orang-orang munafik itu. Pada kenyataannya merekalah yang ikut berpartisipasi besar membuat global warming. Aku benci orang-orang munafik itu. Apa yang mereka lakukan dapat merugikan semua aspek kehidupan. Pencemaran tersebut dapat mengganggu kesehatan manusia, kualitas hidup dan juga fungsi alami dari ekosistem.

            “ Kalian tahu? Tiga hari lagi laboratorium ini akan digusur. Lahan tempat laboratorium ini berdiri akan dijadikan bangunan pabrik juga. Mau tidak mau kita harus meninggalkan laboratorium ini.”

            Jantungku berdebar kencang mendengar informasi dari Profesor tersebut. Kerja syaraf simpatetikku meningkat hingga rasanya jantungku ingin meledak. Tanpa sadar keringat dingin keluar dari kulitku. Aliran darahku serasa membeku dan mengganjal dalam pembuluh arteri dan vena tubuhku. Aku tak mengira akan separah ini. Tak sampai hati aku mendapati kenyataan pahit bahwa laboratorium ini akan digusur. Mengingat profesor Masaru telah menghidupkan laboratorium ini dengan usaha dan kerja keras. Tanpa kenal peluh yang membasahi dan selalu  penuh dengan rasa ikhlas. Bagiku beliau adalah guru sekaligus ilmuan terhebat yang pernah kutemui.

            “Prof, di saat ini kita memang gagal. Tapi saya yakin di suatu hari pasti kita dapat membuat tempat ini seperti semula. Bebas dari segala pencemaran. Saya yakin akan hal itu.” Seru Chris.

            “Chris, kau...”

 Belum sempat profesor Masaru melanjutkan kata-katanya, Chris sudah memotongnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun