Mohon tunggu...
Nurul Izzatin
Nurul Izzatin Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/mahasiswa

Mahasiswa UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Fakultas Ilmu sosial dan humaniora Program studi ilmu komunikasi 21107030012

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

"Sarungan" sebagai Komunikasi Kultural Orang Madura

22 Maret 2022   19:09 Diperbarui: 22 Maret 2022   19:15 2455
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Madura memiliki corak keragaman budaya yang unik, masyarakat Madura dengan segala kekurangan dan kelebihannya seakan menjadi teks pembacaan oleh orang yang ada di luar pulau Madura tersebut. 

Selain tradisi carok ada juga tradiri "sarongan" (dalam Bahasa Indonesia "memakai sarung") yang sangat mencerminkan masyarakat Madura. 

Dan jika berbiacara mengenai pakaian, dalam teori-teori fashion atau busana mengatakan bahwa pakaian adat merupakan bagian dari proses yang didalamnya suatu kelompok masyarakat membangun, mereproduksi posisi kekuasaan dan niat, atau pakaian juga bisa dirumuskan sebagai serangkaian keyakinan, nilai-nilai dan ide dari penggunanya.

Tradisi mengenakan sarung memang kental di Madura, bahkan sarung ditemukan tidak saja dalam kegiatan ritual-ritual keagamaan, dalam kesehariannya pun masyarakat Madura mengenakan sarung. Semua karena  didasarkan oleh paham agama yang kuat, hasil konstruksi sarung dikarenakan kebiasaan dari pesantren. 

Dengan demikian naturalisasi homogenitas tradisi "sarongan" masyarakat Madura akan terbentuk dengan sendirinya melalui berbagai transmisi budaya orang tua terhadap anak-anak mereka.

Oleh karena itu, masyarakat Madura yang secara mayoritas berpendidikan pondok pesantren atau yang biasa  disebut santri tidak pernah melepaskan dirinya secara social budaya dari tradisi "sarongan". Sebuah identitas cultural bagi kaum santri Madura yakni "kaum sarungan". 

Hal ini tidak terlalu berlebihan dikarenakan pengaruh kiai sangat mengakar dalam masyarakat, terutama nilai-nilai cultural religiusitasnya. Karena kiai dan keluarganya mendapat perlakuan yang sanagt istimewa bahkan cenderung "mendewakannya". 

Para santri (kaum sarungan) selama menempa pendidikan keagamaan di Pesantren, kiai sangat berperan dalam mencetak berbagai bentuk perilaku hidup dan orientasi social religiusitasnya, serta kemasyarakatannya. 

Bahkan sesudah mereka keluar dari pondok pesantren, hubungan antara kiai dan para santrinya masih terbentuk, baik secara batin maupun secara social.

Dengan demikian kiai dan pesantren merupakan baggian yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Madura. Belajar di pondok pesantren telah menjadi bagian kultural bagi masyarakat. Bahkan kadangkala para santri tidak hanya menuntut ilmu tidak hanya cukup satu pesantren namun beberapa pesantren. 

Oleh karena itu, wacana, ideology, dan praktek keberagaman masyarakat Madura sangat dipengaruhi oleh kiai dalam menafsirkan agama, budaya, social atau yang lainnya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun