Madura merupakan nama pulau yang terletak di sebelah timur laut jawa timur. Pulau Madura memeiliki luas kurang lebih 5.158 km2 Â dengan jumlah penduduknya yang berjumlah hampir 4 juta jiwa yaitu sekitar 3.647.000 jiwa (dengan penghintungan terakhir pada 2013) dan kepadatan penduduk yang mencapai 706 jiwa/km2.Â
Pulau Madura memiliki titik koordinat 70'S 113200'E. Ada berbagai macam etnis penduduk yang mendiami pulau Madura diantaranya ada Jawa, Bugis, dan Tionghoa.
Untuk bisa mencapai pulau Madura adalah dengan melalui jembatan Nasional Suramadu untuk jalur darat, dan untuk jalur laut bisa melalui pelabuhan Tanjungperak Surabaya yang berakhir di pelabuhan Kamal Bangkalan atau bisa juga dari pelabuhan Jangkar Situbondo menuju Pelabuhan Kalianget di Sumenep, dan bisa dengan melalui jalur udara seperti helicopter maupun pesawat terbang.Â
Akan tetapi untuk jalur pesawat terbang sendiri masih belum ada bandara resmi yang dibuat, hanya bandara kecil yaitu bandara Trunojoyo yang terletak di kota Sumenep dengan jalur tempuh paling jauh antara Sumenep-Surabaya.
Pulau Madura terdiri dari 4 Kabupaten, yaitu Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Dimulai dari bagian paling barat dari pulau Madura yaitu kabupaten Bangkalan yang memiliki Julukan sebagai Kota karapan sapi dan memiliki motto "Cipta Indra cakti Dharma" yang berarti sebuah karya dan kerja keras manusia hanya terwujud bila mendapat Ridha Tuhan.Â
Kemudian Kabupaten setelahnya adalah Sampang yang dijuluki sebagai kota sate Madura dan memiliki Motto Trunojoyo. Selanjutnya ada kabupaten Pamekasan yang dijuluki sebagai kota adat dan memiliki motto "madu ganda mangesti tunggal-mekkas jatna paksa jenneng dibi'" yang berarti Madura yang harum turut serta mewujudkan Indonesia bersatu-dengan kemampuan sendiri dan di dukung masyarakat untuk menjalankan roda pemerintahan.Â
Dan kabupaten yang terakhir adalah Sumenep yang merupakan pusat dari kota Madura yang dijuluki sebagai bumi Sumekar dimana kata "sumekar" tersebut merupakan akronim dari "Sumenep Karaton", yang mana karena semenjaka dahulu wilayah ini terdapat puluhan keratin/istana sebagai pusat pemerintahan sang Adipati, yaitu Adipati Arya Wiraraja yang sekarang namanya diabadikan menjadi salah satu nama Universitas Swasta di Sumenep yaitu Universitas Wiraraja.
Suku Madura terkenal karena gaya bicara yang terkesan to the point, masayarakat Madura juga dikenal sebagai masyarakat yang hemat, disiplin, dan rajin bekerja keras.Â
Seperti slogan masyarakat Madura yang berbunyi "abhantal omba' asapo' angin" (dalam Bahasa Indonesia "menggunakan bantal dari ombak dan menggunakan selimut dari angin").Â
Harga diri juga merupakan hal yang penting dalam kehidupan bermasyarakat di Madura, masyarakat Madura juga memiliki slogan tentang  hal ini yaitu "etembheng pote mata, ango'an pote tolang" (dalam Bahasa Indonesia "dari pada putih mata lebih baik putih tulang").Â
Dari sifat seperti inilah kemudian yang melahirkan tradisi/budaya carok pada sebagian masyarakat Madura khususnya daerah Sampang dan Bangkalan.
Madura memiliki corak keragaman budaya yang unik, masyarakat Madura dengan segala kekurangan dan kelebihannya seakan menjadi teks pembacaan oleh orang yang ada di luar pulau Madura tersebut.Â
Selain tradisi carok ada juga tradiri "sarongan" (dalam Bahasa Indonesia "memakai sarung") yang sangat mencerminkan masyarakat Madura.Â
Dan jika berbiacara mengenai pakaian, dalam teori-teori fashion atau busana mengatakan bahwa pakaian adat merupakan bagian dari proses yang didalamnya suatu kelompok masyarakat membangun, mereproduksi posisi kekuasaan dan niat, atau pakaian juga bisa dirumuskan sebagai serangkaian keyakinan, nilai-nilai dan ide dari penggunanya.
Tradisi mengenakan sarung memang kental di Madura, bahkan sarung ditemukan tidak saja dalam kegiatan ritual-ritual keagamaan, dalam kesehariannya pun masyarakat Madura mengenakan sarung. Semua karena  didasarkan oleh paham agama yang kuat, hasil konstruksi sarung dikarenakan kebiasaan dari pesantren.Â
Dengan demikian naturalisasi homogenitas tradisi "sarongan" masyarakat Madura akan terbentuk dengan sendirinya melalui berbagai transmisi budaya orang tua terhadap anak-anak mereka.
Oleh karena itu, masyarakat Madura yang secara mayoritas berpendidikan pondok pesantren atau yang biasa  disebut santri tidak pernah melepaskan dirinya secara social budaya dari tradisi "sarongan". Sebuah identitas cultural bagi kaum santri Madura yakni "kaum sarungan".Â
Hal ini tidak terlalu berlebihan dikarenakan pengaruh kiai sangat mengakar dalam masyarakat, terutama nilai-nilai cultural religiusitasnya. Karena kiai dan keluarganya mendapat perlakuan yang sanagt istimewa bahkan cenderung "mendewakannya".Â
Para santri (kaum sarungan) selama menempa pendidikan keagamaan di Pesantren, kiai sangat berperan dalam mencetak berbagai bentuk perilaku hidup dan orientasi social religiusitasnya, serta kemasyarakatannya.Â
Bahkan sesudah mereka keluar dari pondok pesantren, hubungan antara kiai dan para santrinya masih terbentuk, baik secara batin maupun secara social.
Dengan demikian kiai dan pesantren merupakan baggian yang tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat Madura. Belajar di pondok pesantren telah menjadi bagian kultural bagi masyarakat. Bahkan kadangkala para santri tidak hanya menuntut ilmu tidak hanya cukup satu pesantren namun beberapa pesantren.Â
Oleh karena itu, wacana, ideology, dan praktek keberagaman masyarakat Madura sangat dipengaruhi oleh kiai dalam menafsirkan agama, budaya, social atau yang lainnya.Â
Mereka beranggapan bahwa kiai mempunyai hak otoritatif untuk menafsirkan wilayah keagamaan yang kemudian berpengaruh terhadap segala social budaya masyarakat, disinilah terbentuk identitas "kaum sarungan".
Kaum sarungan di masyarakat Madura seringkali diidentifikasi sebagai masyarakat tradisional yang memegang nilai-nilai religiusitas. Karena sarung tidak hanya dianggap sekedar sebuah pelengkap pakaian, namun juga sebuah nilai tradisi cultural masyarakat Madura untuk memulai berbagai aktivitas social kesehariannya.Â
Kebiasaan inilah yang kadangkala mengidentifikasi bahwasanya masyarakat Madura adalah "kaum sarungan". Kopyah dan sandal paccak merupakan identitas tambahan yang dijadikan aksesoris pelengkap bagi "kaum sarungan".
Yogyakarta, 22 Maret 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI