Sang Motivator
By: Nurul Hikmah Giawa
"Bertemu denganmu adalah luka yang tak akan pernah ku sesali." Zhiya Az-Zahra.
Dibawah langit-langit kelas berwarna putih, para murid kelas 12 sedang menikmati makanan siang mereka sembari bergurau dengan teman. Di barisan kedua dari  depan, ada seorang murid yang termenung menatap langit-langit kelas dengan mata yang dipenuhi oleh mimpi yang telah terpendam selama bertahun-tahun.
Dia adalah Zhiya. Gadis sederhana yang memiliki seribu mimpi besar untuk masa depannya. Zhiya terlahir dari keluarga sederhana yang selalu memberi dukungan untuk segala mimpinya. Namun, mimpi  yang satu ini terasa mustahil dalam benaknya.Â
Zhiya sudah memiliki mimpi bersekolah di luar negeri sejak duduk di bangku kelas 3 SMP. Dia ingin melanjutkan perguruan tingginya di salah satu universitas terbaik  di dunia.  Akan tetapi, Zhiya tidak pernah memberitahukan mimpi ini kepada siapapun. Dia merasa bahwa mimpi ini terlalu tinggi dan akan sulit untuk digapai.
Kring....kring.....
Bel sekolah pun berbunyi menandakan waktunya pulang.
Zhiya bergegas meningkalkan sekolah bersama teman-teman lainnya.
Sesampainya di rumah, Zhiya  mengganti pakaian  sekolahnya dan bergegas keluar rumah untuk berangkat ke tempat kursus bahasa Inggris.
Yap, betul sekali! Meskipun Zhiya tidak pernah memberitahu mimpinya untuk bersekolah di luar negeri, dia tetap mempersiapkan dirinya untuk hal tersebut. Zhiya telah bergabung di kursus ini selama 2 minggu dan ini adalah awal minggu ke-3 nya.
Tempat kursus Zhiya berjarak 25 menit dari rumahnya menggunakan kendaraan. Zhiya selalu menggunakan Bus untuk datang ke tempat kursusnya.
Tak terasa sudah  25 menit  perjalanan dan Zhiya pun telah sampai di tempat kursusnya. Dia berjalan mendekati ruangan kelasnya yaitu ruang A5.
Ketika Zhiya sudah dekat  di depan kelas, dia melihat seorang laki-laki seumurannya  berdiri kebingungan di dekat  ruang A5. Saat Zhiya  telah berada  tepat di depan pinta ruangan,  remaja laki-laki itu berkata
"Permisi, apa aku boleh bertanya?" Ujarnya.
"Ya, tentu saja!" Sahut Zhiya.
"Apa benar ini ruang A5? Karena tidak ada papan nomor ruangan yang tertera" Tanya anak tersebut.
"Betul, ini ruang A5. Papan nomornya sudah terlepas 2 hari yang lalu dan masih belum diperbaiki" Balas Zhiya.
"Ohhh I see. Jadi kita di ruangan yang sama?" Â Tanya remaja laki-laki itu lagi.
"Iya, sepertinya begitu. Silakan masuk" Ucap Zhiya.
Mereka pun memasuki ruangan bersama.
Kursi tepat di depan meja Zhiya tidak ada pemiliknya. Siswa yang biasa duduk disana sudah menyelesaikan kursusnya 1 minggu yang lalu dan sepertinya akan digantikan oleh siswa baru ini.
"Kamu murid baru? Silakan duduk disini. Ini tidak ada pemiliknya." Ucap Fadil, teman Zhiya yang duduk dekat bangku kosong itu kepada murid baru tadi.
"Okay, terimakasih." Kata si murid baru.
"Kenalin namaku Fadil, nama kamu siapa?" Tanya  Fadil.
"Aku Angga, nice to meet you." Jawabnya sambil tersenyum.
"Nama kamu siapa?" Lanjut Angga bertanya pada Zhiya.
"Hi, Angga. Aku Zhiya." Ujar Zhiya.
"That's a nice name"Kata Angga.
Pertemuan pertama mereka itu menjadikan mereka teman baik yang saling diskusi khususnya mengenai materi-materi yang diajarkan di kursus.
1 bulan kemudian.....
Zhiya, seorang gadis yang sulit jatuh cinta ternyata jatuh hati kepada Angga. Dia kagum akan kecerdasan Angga dan responnya yang baik kepada orang lain ketika bertanya padanya. Namun, tentu saja Zhiya  hanya memendam rasa sukanya itu dan terus menjalin pertemanan yang baik dengan Angga.
Di dalam ruang A5
"Zhi... Zhiya" Panggil Lisa, teman seruangan Zhiya.
"Iya? Kenapa?" Jawab Zhiya.
"OMG!!! Tau ga ternyata Angga siswa di  International School." Ucap Lisa.
"Oh ya? Keren banget." Balas Zhiya.
"Bukan cuma itu. Dia juga murid berprestasi dan udah nulis 2 buku  yang terbit di perpusnas. Help!!! Keren banget" Lanjut Lisa dengan penuh kekaguman.
Mendengar hal itu, Zhiya terdiam dengan penuh kekaguman kepada Angga. Dia merasa bahwa rasa kagumnya itu telah bertamah 3 kali lipat dari sebelumnya. Akan tetapi, Zhiya hanya akan memendam rasa kagumnya tanpa memberitahu siapapun sama hal nya seperti mimpinya untuk melanjutkan pendidikan  ke negeri Jepang.
Tak terasa, sudah 2 bulan Zhiya mengikuti kursus bahasa Inggris dan mengenal manusia yang sangat menginspirasi bernama Angga.
1 minggu sebelum tes akhir di tempat kursusnya. Zhiya dan Angga seperti biasanya berdiskusi terkait materi-materi  yang menarik untuk dibahas. Di tengah-tengah percakapan, Angga berkata
"Zhiya, aku ingin beritahu  sesuatu."
"Ada apa?" Sahut Zhiya.
"Alhamdulillah, aku udah keterima di salah satu Universitas di Jepang. Doain semoga prosesnya lancar ya." Lanjut Angga.
Deg
Zhiya pun terkejut mendengar ucapan dari Angga. Dia  tidak menyangka bahwa Angga sangat luar biasa. Dia juga bertambah kaget karena ternyata Angga akan melanjutkan pendidikan di Universitas impian Zhiya.
"Wah. Keren banget. Selamat ya!!! Semoga prosesnya lancar" Ucap Zhiya.
"Thankyou..." Balas Angga.
Sejak hari itu, Â Zhiya terus memikirkan tentang Angga yang akan melanjutkan pendidikan di Jepang dan akan beranglat 2 minggu ke depan. Dia sedih tak akan bertemu Angga lagi untuk waktu yang cukup lama. Terlebih lagi mereka telah menyelesaikan kursus minggu lalu.
Zhiya merasa senang  atas pencapaian Angga dan sekaligus merasa sedih  akan berpisah dengan motivatornya. Saat mendengar Angga diterima di salah satu Universitas ternama di Jepang, Zhiya teringat akan mimpinya yang telah terkubur bertahun-tahun. Dia tersadar bahwa  tidak ada yang mustahil ketika kita ingin berusaha. Sama halnya seperti yang dialami Angga.
20 September 2023
Pagi hari setelah sarapan, Zhiya duduk di  taman dekat rumahnya sembari menatap langit yang begitu cerah. Tepat pada  jam ini, Angga akan terbang ke Jepang untuk meraih mimpinya. Hati  Zhiya terus berdenyut dengan kencang dan tidak terasa air matanya jatuh.
Zhiya sedih karena sang motivator nya akan pergi jauh untuk waktu yang lama. Namun, itu bukanlah hal utama yang membuatnya menangis. Mengingat mimpi-mimpi nya yang selalu dipendam adalah alasan utama Zhiya menangis.
Akan tetapi, itu hanya berlangsung selama 1 menit  saja.  Dia menatap langit  dan mulai bertanya pada dirinya
"Kenapa aku takut untuk mengejar mimpiku? Kenapa aku tidak berani memberitahu mimpi ini kepada  orang tua?." Tanyanya dalam hati.
"Ini bukan sebuah hal yang mustahil!!! Aku pasti bisa jika aku memulainya, sama seperti Angga." Lanjutnya lagi.
Sedetik setelah berbicara pada dirinya sendiri, Zhiya langsung berlari menuju ke rumahnya dengan penuh semangat untuk memberitahu keluarganya mengenai mimpinya untuk melanjutkan pendidikan ke negeri Jepang.
Tamat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H