Mohon tunggu...
Nurul Hidayah
Nurul Hidayah Mohon Tunggu... Relawan - Jejak Pena

Menulislah, karena menulis itu abadi. Tinggalkan jejak kebaikan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kepompong

6 Januari 2023   10:27 Diperbarui: 6 Januari 2023   10:28 234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Wah, terima kasih banyak kak Senja yang sudah repot-repot masak” ucap Fitri dengan penuh semangat karena dia sudah lama tidak makan maklube.

“Itu makanan apa Senja? Namanya terdengar asing.” Kata Puspa dengan raut muka yang penasaran.

“Ini adalah salah satu makanan khas Turki. Momen paling dinanti dan paling mendebarkan adalah saat kita menuangnya di atas nampan bulat besar.”

Semua penghuni rumah belajar memperhatikan Senja dengan seksama. Perlahan Senja membalikkan panci dan gunungan nasi berlapis sayur dan daging telah siap disantap. Mereka duduk melingkar dan menikmati makan siang yang sangat istimewa.

Bulan Ramadhan tahun ini sangat berbeda dari tahun sebelumnya. Awalnya Puspa sedih karena kondisi pandemi yang melanda negeri ini telah menghancurkan rencana liburannya. Namun pada akhirnya dia sangat bersyukur karena Tuhan telah menuntun langkahnya menuju rumah belajar. Banyak sekali program spesial Ramadhan yang disuguhkan di rumah belajar. Puspa mengikuti semua kegiatan dengan sangat antusias. 

Ada sebuah momen yang memberikan tamparan keras untuk Puspa sampai dia tak mau makan dan hanya berbuka puasa dengan teh manis. Sore itu penghuni rumah belajar mengadakan program berbagi menu buka puasa untuk orang-orang yang tinggal di sepanjang bantaran sungai Gede. Saat itu Puspa bertemu seorang kakek tua yang mengayuh becak. Puspa segera menghampiri beliau dan memberikan bungkusan yang berisi menu buka puasa. Sang kakek mengucapkan terima kasih dan tersenyum manis. Beliau juga berpesan kepada Puspa untuk rajin ibadah dan senantiasa bersyukur bagaimanapun keadaannya, karena dunia ini hanya tempat untuk singgah bukan tempat menetap. Karena sesungguhnya kampung halaman kita yang hakiki adalah kampung akhirat.

Puspa sangat beruntung lahir dan dibesarkan di keluarga yang berkecukupan. Apapun yang dia butuhkan dan inginkan pasti akan segera dia dapatkan. Jarang sekali dia merasakan bagaimana pahit getirnya perjuangan. Sampai akhirnya bulan Ramadhan menjadi momen bagi Puspa untuk lebih mengenal kehidupan. Bagaimana rasanya berjuang untuk bertahan hidup di tengah kondisi ekonomi yang menjerat. Bagaimana seorang kakek tua masih mampu mengayuh becak dengan senyum lebarnya. Serta pelajaran-pelajaran berharga lainnya yang perlahan mencubit relung hati Puspa.

Satu bulan mulia telah terlewati. Besok adalah hari kemenangan, yaitu hari raya Idul Fitri yang menjadi hadiah manis bagi hamba-hamba yang berhasil melewati Ramadhan. Lebaran kali ini Puspa menghabiskan waktu untuk mengunjungi orang-orang pinggiran di bantaran sungai Gede. Seharian penuh Puspa bercengkrama bersama kakek tua. Pada kesempatan ini Senja juga ikut menemani Puspa berbagi kebahagiaan. Bulan Ramadhan bagaikan kepompong yang mengubah Puspa menjadi manusia baru yang lebih baik lagi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun