Sampai sini aku penasaran apa yang sebenarnya terjadi. Aku dengan ragu bertanya dengan Afi, kenapa dia bertanya seperti itu kepadaku. Dia hanya tersenyum.
"Ngga papa, kok. Soalnya satu orang sebelum kamu, Mba Dini namanya, dia hanya bisa bertahan 2 bulan disini. Lalu 'kabur'," Afi menjawab rasa penasaranku.
'Kabur' adalah istilah bagi mereka yang secara tiba-tiba berhenti bekerja tanpa pemberitahuan apapun. Aku tak paham mengapa ia melakukan itu. Seberat itukah atau mungkin saja karena ia mendapatkan tawaran pekerjaan lain, pikirku.
---
"Betah berapa lama mba," Seseorang bertanya kepadaku.
"Eh ngga tau, mas. Kenapa emang?" aku tidak pernah menyangka menerima pertanyaan itu. Ini baru dua minggu sejak pertama kali aku menjejakkan kaki di tempat ini.
"Barangkali tiba-tiba kabur gitu,"Â
" Ya udah, mas udah ngga butuh aku lagi toh?"Â
" Ya butuh toh, mba. Nanti yang ngurusin itu siapa,"
Candaan 'kabur' memang sudah menjadi candaan sehari-hari. Entah sudah berapa kali kata itu tersebut menjadi topik ibu-ibu pekerja di kantin. Sudah bukan hal yang baru di tempat ini.
Aku masih terlalu awal untuk berbaur dengan manusia-manusia baru di tempat ini, mencoba memahami cara kerja mereka dan bagaimana bisa berbaur dengannya. Bukankah disini juga sama-sama Jawa? Tapi ini cukup lain bagiku, bahasa yang mereka gunakan terlalu asing, alhasil disinilah bahasa nasional dibutuhkan. Akan tetapi, itu menjadi tembok sosial karena mereka menjadi canggung untuk berbaur dengan orang-orang baru 'asing'.Â