Mohon tunggu...
Nurul Firmansyah
Nurul Firmansyah Mohon Tunggu... Advokat dan Peneliti Socio-Legal -

https://nurulfirmansyah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Arus Balik Nagari

18 November 2018   13:46 Diperbarui: 18 November 2018   14:42 514
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terakhir, implementasi nagari dalam rangka desa adat untuk pengakuan dan perlindungan masyarakat adat menghadapi persoalan struktural terkait wilayah adat (hak ulayat). Kasus nagari guguk malalo, Kabupaten Tanah Datar yang wilayah adatnya melintasi dua kabupaten memerlukan langkah advokasi hukum yang lebih luas, yaitu mendorong Pemerintah Pusat dan Provinsi untuk terlibat dalam penataan desa adat dengan mengkaji ulang batas wilayah administrasi kabupaten berdasarkan wilayah adat. 

Selain itu, paska penetapan desa adat memerlukan tindakan lintas sektoral dalam memastikan hak-hak desa adat, khususnya dalam bidang sumber daya alam untuk menetapkan hak sumber daya alam desa adat dari berbagai sektor, baik itu tanah, hutan, air dan lain-lain. 

Misalnya, secara eksplisit hutan milik desa (adat) dan tanah ulayat disebutkan dalam UU Desa sebagai bagian dari hak desa adat, namun secara implementatif perlu prosedur hukum lintas sektor untuk memastikan hak-hak desa adat tersebut diakui.

Benar, berbagai hal seputar desa adat pada umumnya dan nagari pada khususnya bukan sesuatu yang mudah untuk dipecahkan, namun paling tidak makalah ini bisa menjadi pemancing kajian-kajian lain yang lebih dalam dan implementatif untuk menghadapi persoalan tersebut kedepan. Sesuai dengan judul makalah ini : Arus Baliak "Baliak Ka Nagari" menjadi semacam pernyataan pesimistis sekaligus tanda bahaya yang perlu disikapi masyarakat adat. 

Apakah arus baliak "Baliak Ka Nagari" sebagai suatu kecenderungan politik yang tidak bisa lagi dibendung, atau hanya sebuah tantangan saja. Menurut penulis, semua berpulang kepada kita sebagai aktor dalam agenda pembaruan hukum terhadap hak-hak masyarakat adat pada umumnya dan nagari pada khususnya.

Kepustakaan  

Andiko dan Nurul Firmansyah (2014), Mengenal Pilihan-Pilihan Hukum Daerah Untuk Pengakuan Masyarakat Adat : Kiat-Kiat Praktis Bagi Pendamping Hukum Rakyat (PHR), Masyarakat Sipil (Pelaku Advokasi) dan Pemimpin Masyarakat Adat, HuMa, Jakarta.

Eko, Sutoro (2004), Desentralisasi dan Otonomi Lokal, Makalah dalam lokakarya "Desentralisasi dan Otonomi Nagari", yang diselenggarakan oleh  kerjasama IRE Yogyakarta; Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi (PKSBE), Fakultas Ilmu-ilmu Sosial, Universitas Negeri Padang; dan Pemerintah Kabupaten Agam Sumatera Barat, Bukit Tinggi.

Franz and Keebet von Benda-Beckmann (2006), Changing One is Changing All : Dynamics In the Adat-Islam-State Triangle, Journal Of Legal Pluralism.

Hadler, Jeffrey (2010), Sengketa Tiada Putus : Matriakat, Reformisme Agama, dan Kolonialisme di Minangkabau, Freedom Institute, Jakarta.

Idris dkk (ed) (2012), Penemuan Hukum Nasional Dan Internasional : Dalam Rangka Purnabakti Prof. Dr. Yudha Bhakti, S.H.,M.H, Fikahati Aneska dan Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun