Tanah ulayat rajo didaftarkan dengan status hak pakai dan hak kelola yang pemegang haknya adalah anggota kaum dan pihak ketiga dengan diketahui oleh laki-laki tertua pewaris rajo.
- Tanah ulayat yang sudah diberikan izin oleh penguasa dan pemilik tanah ulayat kepada perorangan yang dikerjakan terus menerus dan sudah terbuka sebagai sumber kehidupan dapat didaftarkan sebagai hak milik setelah memenuhi "adat diisi limbago dituang."
Penutup
Pendaftaran tanah hak ulayat (ulayat nagari) menjadi hak atas tanah (HGU, Hak Pakai, dan Hak Pengelolaan) dalam Perda TUP potensial menghilangkan status hak ulayat (hak ulayat nagari). Alih-alih melaksanakan perlindungan, pengaturan pendaftaran tanah ulayat dalam Perda TUP menjadi alat "Konversi" hak ulayat menjadi tanah hak milik dan atau tanah negara. Hal ini mengakibatkan ketidakpastian hukum terhadap hak ulayat.
Pendaftaran hak ulayat nagari dengan status pendaftaran tanah dalam Perda TUP khususnya dan dalam hukum agraria pada umumnya memperlemah keberadaan hak ulayat. Peluang "pendaftaran" atau dalam praktik disebut penetapan hukum hak ulayat yang ada hari ini adalah penetapan oleh pemerintah daerah tentang keberadaan hak ulayat masyarakat hukum adat, yang merupakan model alternatif di luar model pendaftaran tanah dalam PP No. 24/1999 tentang pendaftaran tanah, seperti halnya dalam contoh kasus masyarakat adat Badui.
Namun, persoalan muncul dengan proses dan mekanismenya yaitu banyaknya Perda yang harus dilahirkan untuk penetapan-penetapan hak ulayat (ulayat nagari) dari semua nagari-nagari yang ada di Sumatera Barat. Selaras dengan itu, perubahan PP No.24/1999 tentang pendaftaran tanah menjadi hal penting. Perubahan tersebut semestinya memasukkan hak ulayat sebagai "hak khusus" dengan "dokumen khusus" yang berbeda dengan sertipikat hak milik.
REFERENSI
Ade Saptomo, (2004). Di Balik Sertifikasi Hak Atas Tanah Dalam Perspektif Pluralisme Hukum, Jurnal Jurisprudence, Vol 1. No. 2. September 2004. Hal 207-218. Diunduh dari: http://eprints.ums.ac.id/344/1/6._ADE_SAPTOMO.pdf pada tanggal 1 September 2008.
Bonnie Setiawan, Ekonomi Pasar Yang Neo-Liberalistik Versus Ekonomi Berkeadilan Sosial, Disampaikan pada Diskusi Publik "Ekonomi Pasar yang Berkeadilan Sosial" yang diadakan oleh 'Forum Komunikasi Partai Politik dan Politisi untuk Reformasi' tanggal 12 Juni 2006 di DPR-RI, Jakarta.
Herman Soesangobeng, Pendaftaran Tanah Ulayat Di Sumatera Barat dengan Contoh Pilot Proyek Pendaftaran Tanah di Desa Tigo Jangko, Kecamatan Lintau Buo, Kabupaten Tanah Datar. Makalah dalam Lokakarya di Padang, 23-24 Oktober 2000
John Griffiths, (2005). Memahami Pluralisme Hukum, Sebuah Deskripsi Konseptual, dalam Buku Pluralisme Hukum: Sebuah Pendekatan Interdisipliner, Â HuMa, Jakarta
Otje Salman Soemadiningrat, (2002). Rekonseptualisasi Hukum Adat Kontemporer, Alumni, Bandung.