Mohon tunggu...
Nurul Firmansyah
Nurul Firmansyah Mohon Tunggu... Advokat dan Peneliti Socio-Legal -

https://nurulfirmansyah.wordpress.com/

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Pendaftaran Tanah Ulayat atau Konversi Hak

21 Oktober 2018   21:44 Diperbarui: 21 Oktober 2018   21:58 2234
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Setelah masuk dalam mekanisme hukum negara, maka kemudian persoalan tanah ulayat akan didominasi oleh pemerintah dan ahli hukum yang tidak selalu memiliki perspektif penguatan hak-hak masyarakat atas tanah ulayat.

3. Persoalan Teknis Hukum

Bab V, Pasal 8 Perda TUP mengatur tentang pendaftaran dan subjek hukum tanah ulayat. Tanah ulayat didaftarkan kepada Kantor Pertanahan (BPN) kabupaten/kota yang tujuannya adalah untuk menjamin kepastian hukum dan keperluan penyediaan data/informasi pertanahan.

Tanah ulayat nagari didaftarkan menjadi hak guna usaha, hak pakai dan hak pengelolaan. Tanah ulayat suku dan tanah ulayat kaum didaftarkan menjadi hak milik. Sedangkan tanah ulayat rajo didaftarkan menjadi Hak Pakai dan Hak Kelola.

Karena tanah ulayat bukan merupakan objek pendaftaran tanah (menurut PP No. 24/1997), maka tanah ulayat didaftarkan sebagai hak-hak atas tanah yang diatur di dalam UUPA, yang menjadi objek pendaftaran tanah.[8]

Hal tersebut diperkuat kembali oleh Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala BPN No. 5/1999 tentang Pedoman Penyelesaian Masalah Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat. Pasal 4 ayat (1) Permen No. 5/1999 menyebutkan bahwa tanah ulayat, apabila dikehendaki oleh pemegang haknya dapat didaftar sebagai hak atas tanah yang sesuai menurut ketentuan UUPA.

Hal tersebut menjadi dasar ketentuan Perda TUP yang mengatur pendaftaran tanah ulayat untuk didaftarkan dengan status hak atas tanah menurut UUPA. Perda TUP memperkenalkan 5 jenis pendaftaran tanah ulayat ke dalam status tanah menurut UUPA, yaitu:

Tanah Ulayat Nagari

Tanah ulayat nagari dapat didaftarkan dengan status Hak Guna Usaha, Hak Pengelolaan atau Hak Pakai yang pemegang haknya adalah atas nama ninik mamak KAN. Sehingga di dalam sertifikat tanah ulayat tersebut akan mencantumkan nama ninik mamak KAN serta dapat melampirkan nama-nama pihak lain yang terkait dengan pemilikan atas tanah ulayat nagari.

Pendaftaran tanah ulayat nagari dengan status HGU dari sisi subjek pengemban hak belum memiliki landasan hukum yang kuat. PP No. 40/1996 tentang HGU, HGB dan Hak Pakai, menyatakan bahwa pemegang HGU adalah warga negara Indonesia dan Badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia. Tidak secara spesifik dinyatakan bahwa masyarakat adat, yang berbentuk nagari, dapat menjadi pemegang HGU.

Pendaftaran tanah ulayat nagari dengan status HGU menimbulkan beberapa konsekuensi karena HGU memilik aturan sendiri yang berbeda dengan nilai-nilai kolektif dan mandiri dari masyarakat nagari. Beberapa konsekuensi itu antara lain:

  1. Tanah yang dapat diberikan HGU adalah tanah negara. Karena HGU hanya diberikan dari tanah negara, maka hal ini berbeda dengan landasan hak atas tanah ulayat nagari yang dianut oleh masyarakat nagari di Sumatera Barat. Tanah ulayat nagari dianggap sebagai milik kolektif masyarakat nagari yang penguasaannya berada ditangan KAN dan pengaturan pemanfaatannya dilakukan oleh Pemerntah Nagari dalam Peratuan Nagari.
  2. HGU memiliki jangka waktu paling lama 35 tahun dan dapat diperpanjang untuk jangka waktu paling lama 25 tahun. Batas waktu ini mengurangi penguasaan masyarakat nagari, termasuk KAN, terhadap tanah ulayat nagari. Sehingga tanah ulayat nagari hanya akan bertahan paling lama 60 tahun. Setelah itu akan hilang dan menjadi tanah negara sebab ada kewajiban kepada pemegang HGU untuk menyerahkan kembali tanah yang diberikan dengan Hak Guna Usaha kepada Negara sesudah Hak Guna Usaha tersebut hapus;
  3. Pemegang HGU harus membayar sejumlah uang pemasukan kepada negara. HGU pada dasarnya diberikan bagi kepentingan usaha, bila pemerintahan nagari tidak mengoptimalkan pemanfaatan tanah ulayat nagari sebagai faktor produksi maka akan mendapatkan beban pembayaran tersebut.
  4. Pemegang HGU berkewajiban menyampaikan laporan tertulis setiap akhir tahun mengenai penggunaan Hak Guna Usaha. Aturan ini memberikan beban dan kontrol baru dari pihak lain kepada masyarakat nagari.
  5. Hak Guna Usaha dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani Hak Tanggungan. Menjadikan HGU sebagai jaminan utang memiliki koneskuensi bahwa hak tersebut dapat disengketakan di dalam persidangan. Apabila pemengan hak kalah dipersidangan maka HGU tersebut dapat beralih kepada pihak lain.
  6. Selain dengan putusan pengadilan, HGU juga dapat dialihakan dengan cara jual beli, tukar menukar, penyertaan dalam modal, hibah, dan pewarisan. Hal ini mempermudah pengalihan tanah ulayat yang didaftarkan menjadi HGU untuk dipindahtangankan yang pada akhirnya akan menghilangkan keberadaan tanah ulayat nagari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun