Saya malah menghadapi situasi yang sebaliknya. Mudah? Untuk lulus dan dapat gelar yang bakalan digandeng seumur hidup ga mungkin mudah, ga mungkin segampang itu. Di situlah yang namanya perjuangan itu diuji.
Ternyata membuat satu paragraf skripsi pun itu sulit bagi saya. Mengapa? Jawaban itu saya sadari ketika prokratinasi atau tunda-menunda sudah mulai menjangkiti saya.Â
Jawaban pertama adalah saya sadar setiap kalimat yang saya tulis mengandung pertanggung jawaban.Â
Ga sekadar ketik dan mengarang, tapi ada ide pokok yang harus disampaikan. Lalu, kendalanya apalagi yang ingin saya sampaikan, jadilah saya membutuhkan waktu untuk mencari ide pokok dari tulisan yang saya garap.
Jawaban kedua adalah banyak ketakutan akan kesalahan. Ketakutan ini akhirnya menjadi beban tersendiri bagi saya, karena membuat saya menulis lalu menghapus lalu menulis dan begitu seterusnya.Â
Kalimat ajaib yang keluar dari teman saya saat saya curhat, "Aalaah tulis aja dulu, nanti bakal direvisi juga."
Benar, tapi saya ingin sekali beri yang terbaik dalam tulisan saya. Lalu dia melanjutkan, "Udahlaah ga usah jadi perfeksionis, bakalan jadi beban."
Benar, ternyata ketakutan itu berasal dari perasaan yang perfeksionis dan takut akan penolakan. Padahal sebagai penulis peneliti kita masih banyak pemakluman dari pihak kampus, tapi saya aja yang ingin sempurna dan terlihat sempurna. Pada akhirnya saya dihukum oleh diri sendiri.
Kedua perasaan yang muncul itu terakumulasi jadi sesuatu yang tidak menyenangkan, dan respon otak kita, "Uh, ga mood ngerjain skripsi, cari mood dulu deh."
Lingkaran prokratinasi pun mulai terbentuk. Kamu sudah tertipu oleh alibi mood. Sebenarnya itu adalah bentuk pertahanan diri kita yang tidak ingin menghadapi sesuatu yang kita anggap tidak menyenangkan dan malah mencari sesuatu yang membuat otak banyak memproduksi dopamin (hormon yang membuat kita merasakan senang).Â
Ketika kita kira sudah mood, lalu mulai menulis, ternyata kecemasan itu datang lagi, mood turun lagi, lalu cari alibi untuk bikin mood lagi. Begitulah pertengkaran saya dengan diri saya, seperti lingkaran setan yang tak henti-henti.