Mohon tunggu...
Nurul Fatma
Nurul Fatma Mohon Tunggu... Penulis - Freelancer Script Writer

Tulisan membuat dirimu ADA

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pejuang Skripsi Tidak Cuman Ngetik, tapi Ada Proses Mental

20 September 2021   22:58 Diperbarui: 21 September 2021   18:00 1845
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi mahasiswi akhir mengerjakan skripsi | Sumber: Pexels via edukasi.kompas.com/

Saya malah menghadapi situasi yang sebaliknya. Mudah? Untuk lulus dan dapat gelar yang bakalan digandeng seumur hidup ga mungkin mudah, ga mungkin segampang itu. Di situlah yang namanya perjuangan itu diuji.

Ternyata membuat satu paragraf skripsi pun itu sulit bagi saya. Mengapa? Jawaban itu saya sadari ketika prokratinasi atau tunda-menunda sudah mulai menjangkiti saya. 

Jawaban pertama adalah saya sadar setiap kalimat yang saya tulis mengandung pertanggung jawaban. 

Ga sekadar ketik dan mengarang, tapi ada ide pokok yang harus disampaikan. Lalu, kendalanya apalagi yang ingin saya sampaikan, jadilah saya membutuhkan waktu untuk mencari ide pokok dari tulisan yang saya garap.

Jawaban kedua adalah banyak ketakutan akan kesalahan. Ketakutan ini akhirnya menjadi beban tersendiri bagi saya, karena membuat saya menulis lalu menghapus lalu menulis dan begitu seterusnya. 

Kalimat ajaib yang keluar dari teman saya saat saya curhat, "Aalaah tulis aja dulu, nanti bakal direvisi juga."

Benar, tapi saya ingin sekali beri yang terbaik dalam tulisan saya. Lalu dia melanjutkan, "Udahlaah ga usah jadi perfeksionis, bakalan jadi beban."

Benar, ternyata ketakutan itu berasal dari perasaan yang perfeksionis dan takut akan penolakan. Padahal sebagai penulis peneliti kita masih banyak pemakluman dari pihak kampus, tapi saya aja yang ingin sempurna dan terlihat sempurna. Pada akhirnya saya dihukum oleh diri sendiri.

Kedua perasaan yang muncul itu terakumulasi jadi sesuatu yang tidak menyenangkan, dan respon otak kita, "Uh, ga mood ngerjain skripsi, cari mood dulu deh."

Lingkaran prokratinasi pun mulai terbentuk. Kamu sudah tertipu oleh alibi mood. Sebenarnya itu adalah bentuk pertahanan diri kita yang tidak ingin menghadapi sesuatu yang kita anggap tidak menyenangkan dan malah mencari sesuatu yang membuat otak banyak memproduksi dopamin (hormon yang membuat kita merasakan senang). 

Ketika kita kira sudah mood, lalu mulai menulis, ternyata kecemasan itu datang lagi, mood turun lagi, lalu cari alibi untuk bikin mood lagi. Begitulah pertengkaran saya dengan diri saya, seperti lingkaran setan yang tak henti-henti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun