NAMA Â Â Â Â Â Â Â : Nurul Devana Fitrialin
NIM Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : 2203010073
KELAS Â Â Â Â Â Â Â Â : O1
UAS Â Â Â Â Â Â Â Â Â Â : Kemahiran Menulis
KARYA Â Â Â Â Â Â Â Â : NURUL DEVANA FITRIALIN
Cinta di Antara Dunia
Di tengah keramaian kampus yang tak pernah sepi, Zara, Riri , menemukan seseorang yang mampu mengubah cara pandangku tentang dunia. Dia Risa, adalah sosok yang berbeda dari kebanyakan orang yang pernah aku kenal. Di kampus ini, di mana semua orang terjebak dalam rutinitas akademik dan tekanan tugas, Risa hadir dengan senyuman yang selalu bisa menenangkan hati. Namun, aku tahu, ada sesuatu yang tersembunyi di balik senyum itu, sesuatu yang tak pernah ia ceritakan pada siapa pun. Dan itulah yang membuatku penasaran.
Risa dan Zara adalah teman sekelas di jurusan Sastra jepang. Kami sering berinteraksi dalam diskusi kelas, tetapi kami tidak terlalu dekat. Mungkin karena aku terlalu fokus pada tujuan hidupku lulus tepat waktu dan mendapatkan pekerjaan yang baik aku tidak pernah benar-benar memperhatikan hal-hal kecil di sekitar. Namun, ada sesuatu tentang Risa yang selalu membuatku teringat pada hari-hari yang lebih sederhana, di mana waktu terasa lebih lambat, dan semua orang masih memiliki impian yang murni.
Pada suatu pagi yang dingin, saat kami berdua berada di perpustakaan kampus untuk menyelesaikan tugas kelompok, aku memutuskan untuk memulai percakapan dengannya. Zara sedang memandangi jendela, seolah-olah dia sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat.
"Apa yang sedang kamu pikirkan, Risa?" tanyaku dengan suara pelan.
Risa tersenyum tipis tanpa menoleh ke arahku, lalu menjawab dengan nada yang agak datar, "Aku sedang berpikir tentang sesuatu yang tidak bisa dijelaskan, Dito. Terkadang, dunia ini terasa tidak nyata, seperti ada dua dunia yang saling tumpang tindih, dan aku terjebak di antara keduanya."
Zara terdiam sejenak, tidak tahu harus berkata apa. Namun, rasa ingin tahu yang semakin membesar mendorongku untuk bertanya lebih jauh. "Maksudmu, seperti dunia lain atau... semacam itu?"
Risa menatapku dengan sorot mata yang tajam. "Iya, seperti itu. Ada bagian dari diri aku yang merasa aku tidak benar-benar berada di sini. Kadang, aku merasa seperti ada di tempat yang berbeda, jauh dari apa yang aku kenal."
Pada saat itu, aku merasakan ada ketegangan yang tak terucapkan antara kami. Ada sesuatu dalam tatapan Risa yang membuatku merasa dia tidak sedang berbicara hanya tentang dunia fisik atau ruang dan waktu. Seperti ada kisah yang lebih dalam yang sedang ia simpan.
"Apa yang kamu maksud dengan dua dunia?" tanyaku lagi, kini dengan rasa penasaran yang lebih mendalam.
Risa terdiam lama sebelum akhirnya menjawab, "Zara tidak bisa menjelaskannya dengan kata-kata, Dito. Ini lebih kepada perasaan, sebuah kesadaran yang datang begitu saja. Zara merasa ada dunia di balik dunia ini, yang terkadang menghubungiku dengan orang-orang yang tidak aku kenal, tempat-tempat yang tidak pernah aku kunjungi. Kadang aku merasa aku hidup di antara dua realitas."
Kalimat Risa menggantung di udara. Zara merasa dia sedang menyampaikan sesuatu yang lebih dari sekadar kata-kata. Ada kepedihan yang terkandung di dalamnya. Zara mencoba memahami, namun semakin aku mendengarkan, semakin aku merasa tidak mampu menyentuh inti dari apa yang ia rasakan.
Hari-hari setelah percakapan itu, aku mulai memperhatikan Risa dengan lebih cermat. Ada sesuatu yang berubah dalam diriku. Setiap kali melihatnya, ada perasaan yang sulit dijelaskan. Rasanya, aku ingin lebih mengenalnya, bukan hanya sebagai teman sekelas, tetapi sebagai seseorang yang bisa mengerti sisi lain dari hidupnya. Namun, aku juga merasa ada tembok yang sulit ditembus, seperti ada bagian dari dirinya yang terkunci rapat, dan aku tidak tahu bagaimana cara membukanya.
Suatu malam, saat kami sedang duduk di taman kampus setelah diskusi panjang tentang puisi modern, Risa kembali berbicara tentang "dunia" yang selalu ia rasakan.
"Dito, pernahkah kamu merasa seperti... hidupmu hanya bagian dari sebuah mimpi?" tanyanya, suaranya hampir tak terdengar di antara suara angin yang berbisik. "Zara sering merasa bahwa aku hanya berperan dalam sebuah cerita yang ditulis oleh orang lain, dan aku tidak tahu bagaimana akhirnya."
Zara menatapnya, merasa ada ketegangan yang menggantung di udara malam itu. "Apa yang sebenarnya terjadi, Risa? Zara merasa seperti ada sesuatu yang kamu sembunyikan."
Risa menunduk, menyesap nafas panjang. "Aku tidak tahu bagaimana menjelaskannya. Tapi... aku merasa ada dua dunia yang terus bersinggungan dalam hidupku. Dunia yang aku jalani sekarang, dan dunia lain yang tidak bisa aku jelaskan. Kadang-kadang, aku bisa merasakannya begitu dekat, dan aku merasa seolah-olah aku lebih hidup di dunia itu daripada di sini."
Zara menggenggam tangannya, mencoba memberi dukungan meski aku tak sepenuhnya mengerti. "Risa, jika kamu merasa bingung, aku akan ada di sini untuk mendengarkan. Mungkin aku tidak bisa memahami semuanya, tapi Zara akan berusaha untuk mendampingimu."
Dia menatapku dengan mata yang penuh harapan. "Kau tidak perlu mengerti semuanya, Dito. Yang penting, aku tidak sendirian."
Malam itu, setelah perbincangan yang panjang, aku merasa ada ikatan yang terbentuk antara kami. Entah mengapa, aku merasa bahwa cintaku padanya bukan hanya sekadar perasaan biasa. Ada sesuatu yang lebih dalam, yang menghubungkan kami sebuah kedekatan yang melampaui kata-kata.
Semakin aku berusaha memahami Risa , semakin aku menyadari bahwa cinta kami berada di antara dua dunia. Dunia yang satu adalah dunia nyata, tempat kami belajar, berbicara, dan hidup seperti mahasiswa lainnya. Namun, dunia yang lain adalah dunia yang tidak bisa dijelaskan dunia di mana perasaan dan cinta kami tumbuh tanpa batasan, mengalir bebas tanpa terikat oleh waktu atau ruang.
Namun, seperti halnya dunia yang Risa rasakan, cinta kami pun tidak bisa dipahami sepenuhnya. Cinta itu hadir dalam bentuk yang tak terdefinisikan, dalam setiap kata yang kami ucapkan, dalam setiap tatapan yang kami bagi, dalam setiap sentuhan yang menguatkan kami untuk melewati hari-hari yang penuh keraguan.
Dan meskipun dunia di sekitar kami mungkin berubah, cinta itu tetap ada, ada di antara dunia yang satu dan dunia lainnya seperti angin yang tidak bisa dilihat, tetapi selalu ada untuk menyentuh hati.
TAMAT
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H