Mohon tunggu...
Nurul Chotimah
Nurul Chotimah Mohon Tunggu... Mahasiswa - UIN Raden Mas Said Surakarta

Cinephile

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Review Buku "Hukum Kewarisan Islam" Karya Dr. H. Darmawan, M. H. I.

1 Maret 2024   18:31 Diperbarui: 1 Maret 2024   18:33 197
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Nurul Chotimah

NIM    : 222121123

Kelas  : HKI-4D

Buku dengan judul "Hukum Kewarisan Islam" terbitan Imtiyaz merupakan hasil karya yang ditulis oleh Dr. H. Darmawan, M. H. I. Beliau membagi buku ini dalam 15 bab yang dimulai dengan pengantar mengenai pengenalan kewarisan, rukun syarat kewarisan, penghalang kewarisan hingga macam-macam ahli waris. 

Selain itu penulisan buku ini menjadi sumber bacaan bagi seseorang yang ingin mengetahui tentang kewarisan secara lebih spesifik. Dalam buku ini kewarisan mempunyai pengertian sebagai proses perpindahan kepemilikan oleh seseorang sebagai akibat dari kematian. 

Kepemilikan di sini adalah kepemilikan dalam harta bergerak maupun tidak bergerak serta hak-hak yang tidak berwujud harta kepada keturunannya yang masih hidup. Dengan menerapkan ilmu mawaris ini dengan menggunakan metode perhitungan yang sudah ditetapkan, maka bagian setiap ahli waris dan hak-hak setiap ahli waris dapat terpenuhi dan menjadi jelas.

Pengenalan Mengenai Hukum Kewarisan

Secara bahasa mawarith berarti peninggalan atau berpindahnya sesuatu dari individu/kelompok kepada individu/kelompok lainnya. Kata mawaris juga mempunyai arti yang sama dengan faraid yang artinya bagian-bagian yang sudah ditentukan. Dapat ditarik kesimpulan bahwa kewarisan merupakan proses berpindahnya kepemilikan oleh seseorang sebagai akibat dari kematian. 

Kepemilikan yang dimaksud disini bisa benda bergerak , benda yang tidak bergerak maupun hak-hak yang tidak berwujud harta yang masih dapat dipindahkan kepemilikannya kepada generasi seterusnya yang masih ada. Ruang lingkup yang dibahas dalam ilmu ini antaranya adalah ketentuan atau aturan mengenai ahli waris apakah ia menjadi penerima bagian tertentu atau sisa, kemudian mengenai siapa yang terhalang kewarisannya dan yang menghalangi seseorang menerima bagiannya. 

tujuan hukum kewarisan adalah mengatur hak dan kewajiban terhadap keluaga yang ditinggalkan, menjaga harta yang diwariskan sampai hingga kepada individu yang berhak sebagai penerima, estafet kepemilikan harta warisan dalam setiap generasi, menghindari konflik persoalan warisan, sebagai ajang distribusi ekonomi. Asas dalam kewarisan :

1.  Asas Ijbari : ketika ada seseorang telah meninggal maka akibat dari kematiannya harta yang dimiliki oleh orang yang telah meninggal tersebut secara otomatis beralih pada generasi selanjutnya atau ahli warisnya.

2. Asas Bilateral : proses peralihan harta melalui dua jalur, yaitu melalui jalur laki-laki dan jalur perempuan. Artinya seseorang dapat mewarisi dari dua jalur kekerabatan, yakni melalui garis keturunan dari ayah dan garis keturunan dari ibu.

3. Asas Individual : Artinya bahwa masing-masing pihak ahli waris berhak mendapat bagiannya masing-masing tanpa terikat dengan ahli waris yang lain.

4. Asas proporsional : maksudnya adalah harta peninggalan dibagi sesuai kadar kebutuhan masing-masing ahli waris. Hal ini dapat dilihat mengenai ahli waris yang berhak menerima bagian adalah kerabat keluarga yang lebih dekat dengan pewaris yaitu anaknya. Setelah hak anak-anak pewaris terpenuhi baru ahli waris lapis kedua yang berhak menerimanya. Selain itu besaran bagian yang diperoleh anak lebih besar dari ahli waris kelompok ibu-bapak.

5. Asas sebab adanya kematian : Hukum kewarisan Islam berlaku ketika pewaris meninggal dunia, artinya tidak ada kewarisan jika tidak didahului dengan adanya peristiwa kematian. Sementara pemberian harta melalui pesan ketika pemilik harta masih hidup dinamakan dengan wasiat.

Sejarah dan Perkembangan Hukum Kewarisan Islam

1. Kewarisan Pada Masa Pra-Islam

  • Sebab kekerabatan (al-Qarabah) : Kekerabatan yang dimaksud di sini terbatas pada laki-laki dewasa yang fisiknya kuat dan siap untuk berperang. Sementara perempuan dan anak-anak tidak mendapatkan bagian .
  • Adopsi Anak : Pengangkatan seorang laki-laki diperlakukan seperti anak kandungnya sendiri, menerima warisan darinya jika si anak angkat tersebut mampu berperang dan menghidupi keluarganya. Karenanya si anak angkat terputus hubungan kewarisannya dengan orang tua kandungnya, namun hanya menerima bagian dari orang tua angkatnya.
  • Perjanjian dan sumpah setia : Jika dua orang atau kelompok saling mengikat sumpah dan berjanji saling menolong satu sama lain, mereka juga saling mewarisi jika diantara yang mengikat janji ada yang meninggal terlebih dahulu. Terkait bagian yang diterima dijelaskan batasanya adalah seperenam dari keseluruhan harta.

2. Kewarisan Pada Masa Awal Islam

  • Kekerabatan (al-Qarabah) yaitu sebab adanya pertalian kerabat. Perbedaannya dengan zaman jahiliyah adalah terkait hak-hak anak perempuan dalam menerima warisan. Tidak mempersoalkan jenis kelamin untuk memberikanbagian dan menjunjung nilai yang proposional.
  • Perjanjian dan sumpah setia, masih tetap berlangsung sampai awal kedatangan Islam.
  • Adopsi anak, sejak turunnya QS. Al-Ahzab: 4-5 adopsi tidak lagi menjadi sebab kewarisan.
  • Sebab ikut hijrah dari Mekkah ke Madinah. Siapa yang hijrah bersama keluarganya lalu kemudian ada salah satu yang meninggal dunia maka yang ikut hijrah akan mendapat warisan dan keluarga yang tidak ikut hijrah tidak akan mendapat warisan.
  • Ikatan Persaudaraan.

 

3. Kewarisan Setelah Islam Berkembang-Sekarang

  • Setelah berkembangnya Islam dan turunnya ayat-ayat mengenai waris, ketentuan mengenai adopsi anak, sumpah janji setia dan alasan hijrah dihapuskan dari sebab-sebab mewarisi. Untuk itu sejak Islam mulai berkembang beberapa sebab orang dapat mewarisi ditentukan oleh hubungan kekerabatan, hubungan pernikahan serta hubungan memerdekakan budak.

Unsur-Unsur dan Syarat Kewarisan

  • Pewaris (al-muwarrith)

Adalah orang yang mewariskan hartanya. Pada asalnya kewarisan terjadi akibat dari seseorang yang meninggal dunia dan meninggalkan harta. Syarat dari pewaris adalah telah meninggal dunia secara hakiki, hukmi dan taqdiri (dugaan kuat).

  • Ahli Waris (al-warith)

Adalah seseorang yang menjadi sebab kewarisan (hubungan kerabat, pernikahan, memerdekakan budak). Syarat dari ahli waris yaitu: ahli waris dalam keadaan hidup saat pewaris meninggal dunia, tidak terdapat halangan untuk menerima warisan (seperti membunuh pewaris, beda agama, perbudakan, dll), dan tidak termasuk dalam daftar ahli waris yang terhalang oleh ahli waris yang lebih dekat.

  • Harta Waris (al-mirath)

Hal ini berupa harta maupun hak-hak dari pewaris yang mungkin untuk dialihkan kepada ahli waris. Persyaratan harta waris adalah harta yang akan dialihkan sudah bersih dari hutang, biaya kepengurusan jenazah serta penyelesaian wasiat jika ada.

Dalam hukum kewarisan ada beberapa sebab yang menghalangi seseorang dapat mewarisi, yaitu perbudakan, pembunuhan dan perbedaan agama.

Macam-Macam Ahli Waris

1. Ahli Waris Nasabiyah

Yaitu ahli waris karena sebab hubungan darah dengan si pewaris baik ke bawah maupun ke atas dari kelompok laki-laki maupun kelompok perempuan. Kelompok ahli waris nasabiyah laki-laki secara berurutan ada 13 yaitu:

  • Anak laki-laki
  • Cucu laki-laki keturunan anak laki-laki
  • Bapak
  • Kakek dari garis bapak dan seterusnya ke atas
  • Saudara laki-laki sekandung
  • Saudara laki-laki sebapak
  • Saudara laki-laki seibu
  • Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
  • Anak laki-laki saudara laki-laki sebapak
  • Paman sekandung
  • Paman sebapak
  • Anak laki-laki paman sekandung
  • Anak laki-laki paman sebapak

Sedangkan ahli waris golongan nasabiyah kelompok perempuan ada 8 yaitu:

  • Anak perempuan
  • Cucu perempuan keturunan laki-laki dan seterusnya ke bawah
  • Ibu
  • Nenek garis ibu
  • Nenek garis bapak
  • Saudara perempuan sekandung
  • Saudara perempuan sebapak
  • Saudara perempuan seibu

2. Ahli Waris Sababiyah

Merupakan ahli waris yang mendapatkan bagian karena ada sebab-sebab tertentu sesuai dengan ketentuan syar'i. Misalnya salah satu sebab seseorang dapat mewarisi adalah karena adanya hubungan pernikahan atau karena wala' (memerdekakan budak). Oleh karenanya ahli waris sababiyah yaitu:

  • Ahli waris karena sebab perkawinan, yaitu suami atau istri
  • Ahli waris sebab memerdekakan hamba sahaya, yaitu tuan yang memerdekakan
  • Menurut Madzab Hanafi, ahli waris yang menerima harta warisan sebab adanya perjanjian dan tolong menolong antara dua belah pihak.

Ashabah

Ashabah pada maknanya adalah kerabat seseorang dari jalur ayah. Secara terminologi ashabah ialah orang yang menguasai harta warisan karena ia menjadi ahli waris tunggal, selain itu ia juga menerima seluruh sisa harta warisan setelah ashab al-furud menerima bagian masing-masing. Macam-macam ashabah:

  • Ashabah bin-nafsi (nasabnya tidak tercampur unsur wanita), yang termasuk ashabah bin nafsi adalah semua ahli waris laki-laki kecuali saudara laki-laki seibu.
  • Ashabah bil al-ghairi ialah ashabah karena ada ahli waris lain yang setingkat dengannya. Golongan yang termasuk adalah ahli waris perempuan yang bersama ahli waris laki-laki :

1. Anak perempuan, jika bersamanya anak laki-laki

2. Cucu perempuan, jika bersamanya cucu laki-laki

3. Saudara perempuan sekandung, jika bersamanya saudara laki-laki kandung

4. Saudara perempuan sebapak, jika bersamanya saudara laki-laki sebapak

  • Ashabah ma'al al-ghair, ialah seorang atau sekelompok saudari perempuan, baik sekandung maupun seayah yang mewarisi bersama dengan seorang atau sekelompok anak perempuan atau cucu perempuan pancar laki-laki atau bapak, serta tidak ada saudaranya yang laki-laki yang bisa menjadikannya ashabah bi al-ghair.

Kewarisan Orang Banci (Khuntha) dan Orang Hilang (Maqfud)

1. Kewarisan orang banci

Secara definisi, khuntha adalah orang yang diragukan jenis kelaminnya apakah ia seorang perempuan ataukah seorang laki-laki. Dalam hukum dijelaskan bahwa banci atau waria tidak mesti identik dengan yang dimaksud khuntha. Maka untuk menyelesaikan problem tsb para ahli sepakat menggunakan metode identifikasi, yaitu dengan:

  • Meneliti alat kelamin yang dilalui air kencing

Maksudnya apabila yang dilalui air kencing adalah alat kencing laki-laki,maka ia berstatus sebagai laki-laki, begitu juga sebaliknya.

  • Meneliti tanda kedewasaan

Pada laki-laki seperti tumbuh kumis, jenggot, suara membesar atau tanda pada perempuan seperti bermenstruasi.

  • Lalu bagian-bagian yang diterima:

Memberikan bagian terkecil dari kemungkinan terburuk baik laki-laki maupun perempuan, dan memberikan bagian kemungkinan terbaik kepada ahli waris lainya.

  • Memberikan bagian atas perkiraan yang terkecil kepada semua ahli waris termasuk si khuntha, lalu sisanya yang masih ragu ditahan sampai permasalahan khuntha terselesaikan.
  • Memberikan bagian dari hasil penggabungan dari kedua kemungkinan lalu membagi menjadi dua.

2. Kewarisan Orang yang Hilang (Maqfud)

Orang hilang yang dimaksud disini adalah orang yang hilang tidak diketahui kabar beritanya dan tidak juga diketahui jejaknya. Oleh karenanya dalam masalah pembagian harta dimasukkan ke dalam bagian "Mirath al-Taqdiri" atau waris mewaris dengan jalan perkiraan. Pembagian harta kewarisan maqfud:

  • Sebagai muwarith, orang yang mewariskan hartanya. Harta milik si maqfud harus ditahan terlebih dahulu sampai ada kabar yang menjelaskan bahwa ia telah benar-benar meninggal dunia atau divonis hakim terkait kematiannya. Selama belum jelas ia sudah meninggal atau belum,maka harta belum boleh dibagi-bagi.
  • Sebagai ahli waris, maka bagian yang akan diterima oleh maqfud harus ditahan terlebih dahulu sampai jelas statusnya. Karena syarat dari mewarisi adalah ahli waris dalam keadaan hidup.Batas waktu bagi orang hilang:
  • Pendapat ulama Hanafiyah adalah si maqfud dianggap sudah meninggal dunia apabila teman-teman sebayanya yang ada di tempatnya sudah meninggal dunia. Lalu menurut Imam abu Hanifah harus melewati waktu 90 tahun.
  • Menurut pendapat ulama Hanabilah orang yang hilang karena keadaan seperti peperangan, pelayaran, pesawat jatuh maka orang tsb diselidiki dalamjangka waktu 4 tahun, jika kemudian tetap tidak ada kabar makaharta warisan sudah dapat dibagikan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun