Bagi orang yang tajir melintir mungkin bisa dengan biaya sendiri atau beasiswa orang tua. Namun, bagi orang kurang modal seperti saya, mencari beasiswa adalah pilihan yang paling mungkin.
2. Tuntutan Akademik Tinggi
Dengan kualifikasi pengajar dan staf kelas dunia, wajar tentunya jika tuntutan akademik pun tinggi.Â
Tugas harus dikumpulkan tepat waktu melalui flatform online dengan originalitas yang diperiksa ketat.Â
Tak heran, kampus sering kali ramai hingga malam hari dipenuhi mahasiswa yang tengah mengerjakan tugas.Â
Dari sisi riset juga cukup ketat. Untuk bidang sosial humaniora seperti pendidikan, sebelum turun lapangan harus memperoleh izin dari Komite Etik. Meski berupa observasi atau wawancara, riset kita akan dievaluasi apakah akan membahayakan mental responden atau tidak misalnya.Â
Selain itu, tesis kita nantinya akan dinilai oleh beberapa eksper dunia bukan hanya yang ada di Australia. Terkadang ini bikin merinding, tapi tetap harus dijalani.Â
Untungnya kita dibimbing oleh supervisor yang eksper dalam bidangnya serta tersedia beberapa layanan akademik maupun non akademik untuk membantu.Â
Jika kita kesulitan dalam mencari literatur misalnya, kita bisa dibantu oleh pustakawan. Jika kita merasa stres karena beban akademik atau non-akademik, kita bisa meminta bantuan counselor.
3. Biaya Hidup Mahal
Biaya hidup di Australia terbilang tinggi terutama urusan akomodasi. Sewa rumah dengan dua kamar tidur di suburb sekitar Melbourne misalnya paling murah adalah 1400 AUD per bulan (sekitar 14,5 juta rupiah). Belum lagi biaya tagihan listrik, air, gas serta transportasi dan makanan.
Bila kita membawa anak di bawah usia SD, biaya penitipan anak juga cukup tinggi. Sekitar 100 hingga 150 AUD per hari kalau anak dititipkan ke daycare.Â
Jika ingin menyewa baby sitter ke rumah, biayanya lebih mahal lagi. Sekitar 40 AUD perjam, sekitar empat ratus ribu rupiah per jam.Â