Sebagai sebuah komunitas, geng motor memiliki ruang lingkup perilaku kelompok yang sangat luas. Salah satunya yaitu konformitas. Konformitas merupakan perubahan sikap dan perilaku dikarenakan adanya tekanan dari dalam komunitas tersebut. Pada umumnya konformitas terjadi karena adanya keinginan untuk diterima secara sosial dalam komunitas (Nainggolan, 2020). Tak jarang anggota geng motor banyak ditemui masih berstatus sebagai pelajar. Sumber pemicu tindakan patologis geng motor meliputi:Â
a) Ketidakharmonisan keluarga sehingga pada usia remaja memilih mendapatkan kenyamanan dengan cara lain berupa masuk ke geng motor
b) Lemahnya pengawasan orangtua akan kegiatan anak
c) Faktor lingkungan pertemanan individu
d) Kebutuhan validasi dari orang lain bahwa orang tersebut adaÂ
e) Pengaruh negatif dari media sosial.
Dampak dari perilaku ini diantaranya, mengganggu ketertiban umum akibat dari aksi brutal geng motor, masyarakat merasa tidak nyaman, terlebih jika geng motor tersebut melakukan agresi (seperti membawa senjata) tak jarang akan ada warga sipil yang menjadi korban sebagai bentuk konformitas individu pada geng motornya. Kemudian daripada itu menjadi geng motor juga berdampak negatif pada diri sendiri, seperti resiko kecelakaan yang tinggi saat aksi balab liar dan labeling dari masyarakat. Upaya penanganan yang dapat dilakukanÂ
1) Dari lingkungan pertemanan, sebagai orangtua seharusnya dapat mengontrol tingkah laku anak agar tetap sesuai norma serta memperhatikan lingkungan pergaulan anak untuk tetap berada di lingkungan yang positifÂ
2) Orangtua menciptakan keharmonisan dalam keluarga.
3) Bimbingan kelompok terutama pada remaja, akan bahayanya agresi geng motor.Â
4) Upaya memberian kegiatan yang positif pada remaja dapat membantu untuk tidak bergabung dalam gen motor tersebut.
Sedangkan premanisme merupakan tindak kejahatan yang dilakukan oleh individu atau sekelompok orang dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan melalui tindakan kekerasan, pemerasan dan ancaman terhadap orang lain (Munthe et al., 2023). Baik geng motor maupun premanisme merupakan perilaku patologi sosial yang sampai saat ini masih terus terjadi, upaya yang dilakukan pemerintah masih belum cukup untuk memberantas kejahatan geng motor dan premanisme, hal ini terlihat dari ketidakberhasilan pemerintah dalam mengurangi intimidasi, penguasaan sewenang-wenang, dan kekerasan yang beberapa kali terjadi. Menurut Ketua Presidium Indonesia Police Watch, Neta S. Pane (Rukmana, 2023), setidaknya ada empat model preman yang ada di Indonesia, yaitu:
1)Preman yang tidak terorganisasi, mereka bekerja secara sendiri-sendiri atau kelompok , namun hanya bersifat sementara tanpa ikatan tegas dan jelas.
2) Preman yang memiliki pimpinan dan mempunyai daerah kekuasaannya masing-masing, seperti di Wonokromo, Pasar Maling, ITC Surabaya, WTC Surabaya dan tempat jual beli lainnya dapat dijadikan sebagai contoh sederhana dalam kategori preman tipe ke dua ini
3) Preman terorganisasi, namun anggotanya yang menyetorkan uang kepada pimpinan
4) Preman berkelompok, dengan menggunakan bendera organisasi. Preman jenis keempat ini, masuk kategori preman berdasi yang wilayah kerjanya menengah ke atas, meliputi area politik, birokrasi, dan bisnis gelap dalam skala kelas atas. Dalam operasinya, tidak sedikit di antara mereka di-backup aparat. Kerjanya rapi, dan sulit tersentuh hukum, karena hukum dapat mereka beli, dengan memperalat para aparatnya
      Sumber pemicu perilaku premanisme tersebut terbagi menjadi dua faktor, yaitu:
a) Faktor Internal, berupa pendidikan; adanya masalah keluarga; kondisi perekonomian yang sulit; individu tidak memiliki keterampilan untuk menghadapi dunia kerja; sulitnya mencari lapangan pekerjaan.
b) Faktor Eksternal, seperti lingkungan pergaulan. Dengan berbagai faktor internal yang menjadikannya menganggur dan tidak memiliki keterampilan, lingkungan pergaulan/ budaya yang tidak baik akan menjerumuskan individu untuk menjadi preman. Faktor lain yaitu akibat penggunaan media sosial yang tidak tepat.
Dampak dari premanisme sangatlah beragam, diantaranya yaitu; mengganggu kenyamanan warga sekitar, menghilangkan hak orang lain atas kerjakerasnya sendiri, menimbulkan trauma psikologis terhadap korban premanisme, orang merasa tidak aman dan tertindas sehingga menyebabkan orang tersebut merasa rendah diri serta tak memiliki kuasa atas dirinya sendiri. Upaya untuk mengatasi adanya premanisme ini, diantaranya;
1) Menegakkan hukum yang berlaku, dengan cara membuat pengaduan akan ketidaknyamanan tindakan yang telah dilakukan oleh preman-preman tersebut
2) Diberikan pelatihan keterampilan dan pendidikan, agar preman-preman tersebut mendapatkan pekerjaan yang layak
3) Melakukan pembinaan psikis melalui konseling individu agar individu mampu menyadari akan potensi yang dimilikinya
4) Pentingnya peran orangtua dalam mendidik anak, mulai dari menciptakan lingkungan keluarga yang harmonis (jauh dari kekerasan baik verbal maupun non verbal), sampai pada orangtua mengontrol lingkungan pergaulan anaknnya sejak dini.
ReferensiÂ
- Munthe, A. K., Hanifa, V. M., Hamadi, I. G., & Nurfaiza, C. A. (2023). Fenomena Preman Berkelompok di Indonesia (Bentuk Praktik Hirabah dalam Hukum Islam). Al-Jinayah Jurnal Hukum Pidana Islam, 9(2), 236--265. https://doi.org/10.15642/aj.2023.9.2.236-265
- Nainggolan, T. (2020). Konformitas Pada Pelaku Agresi Geng Motor Dalam Perspektif Psikologi Kelompok: Studi Kasus Di Kota Cirebon. SOSIO KONSEPSIA: Jurnal Penelitian Dan Pengembangan Kesejahteraan Sosial, 10(1), 84--96. https://doi.org/10.33007/ska.v10i1.2055
- Rukmana, B. H. (2023). Upaya Penanggulangan Tindak Pidana Pungut Liar oleh Preman terhadap Pedagang Kaki Lima di Polrestabes Semarang.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H