Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Matahari pun Mendampingi Para Kesatria di Medan Perang

30 November 2020   19:05 Diperbarui: 30 November 2020   19:13 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tanah yang lembab hanya menyisakan tapak-tapak manusia dan sepatu kuda yang tak berbentuk lagi. Debu-debu yang terhembus angin hilang di siang bolong lenyap di balik pohon-pohon. 

Prajurit Carang Soka yang mundur menuju ke pedukuhan Nguren masih terlihat was-was dengan pasukan Parang Garuda. dan Setelah sampai di seberang sungai betapa terkejutnya, ternyata di sana sudah ada ada Rayung Wulan dan Pasukan prajurit wanodya setianya. 

Kemudian perasaan was-was itu pun berubah menjadi semangat berlipat. Adipati Yudhapati pun bercampur gambira dan marah ketika melihat putrinya sudah berada di gubuk beratap daun kelapa yang memang dibangun untuk pesanggarahan sementara.

"Rayung Wulan anakku, mengapa kamu tega melakukan semua itu?"

"Maafkan Rayung Wulan Ayahanda," kata Rayung Wulan sambil melirik ke arah Singopadu. Kemudian Singopadu pun memberikan salam tabiknya. Adipati Puspa Andung Jaya hanya mencoba merangkai seluruh kejadian yang semuanya seperti pecahan-pecahan kaca yang harus dirangkai kembali agar menyatu kembali.

"Maafkan hamba kanjeng, jikalau pada saat seperti ini Tuanku ingin menghukum dengan hukuman yang paling berat pun akan saya terima. Tetapi izinkan saya memberikan alasan, setelah Yuyu Rumpung melamar Putri Tuanku, nDoro Rayung Wulan ada kesan ada yang tidak benar dengan kenyataan yang disembunyikan. Yaitu ingin menjadikan Carang Soka sebagai Kadipaten Bawahan Parang garuda. Menagapa bisa saya menyimpulkan demikian Kanjeng? Karena diam-diam Parang Garuda sudah mempersiapkan pasukan yang besar dan lengkap serta siap perang ketika diadakan pernikahan. Sekarang Kanjeng tahu sendiri demikian cepat mereka mengepung Carang Soka dan membumihanguskan hampir seluruh kadipaten Carang Soka," Singopadu berusaha menjelaskan sebagian kejadian namun ada bagian cerita yang belum tersampaikan dan Adipati Puspa Andung tahu itu.

"Coba jelaskan hingga si dalang itu bisa membawa lari putriku?" singkat pertanyaan Sang Adipati namun cukup membuat Soponyono dan Rayung Wulan menjadi merah padam wajahnya.  Bagaiaman pun juga dalang soponyono menyadari dirinya yang hanya seorang dalang tidak pernah tuntas berdampingan dengan seorang putri Adipati. Soponyono yang duduk tepat di belakang tidak berani mengangkat wajahnya. Bagaimana pun juga membawa lari seorang wanita yang sedang dalam upacara pernikahan adalah tidak benar.

Tiba-tiba terdengar dari kejauhan bunyi seperti burung elang yang bersahut-sahutan. Ketika suara itu sampai ke telinga oleh orang yang duduk di batu di bawah pohon beringin, tetiba orang itu berkata,

"Maaf Kanjeng Adipati, untuk masalah keluarga mohon disingkirkan sejenak karena ada kenyataan yang lebih penting untuk kelangsungan Kadipaten dan rakyat Carang Soka."    

"Siapakah nanda, anak muda?" tanya Adipati Yudhapati

"Maaf Kanjeng, hamba hanya ketua di pedukuhan saja, Kembang jaya begitulah orang-orang menyebutnya," pemuda yang memperkenalkan diri itu cukup sopan. Usianya tidak begitu jauh dengan Soponyono dan Sukmayana.

Mendengar kata Kembang Jaya hati Puspa Andung Jaya berdesir kuat ada keinginan besar yang tiba-tiba datang memenuhi seluruh jiwanya. Belum juga keinginan itu tersampaikan Kembang jaya telah melanjutkan kata-katanya,"Kanjeng Adipati dan Paman Singopadu, orang-orang Parang Garuda telah mendekati tempat kita. 

Peperangan ini bukan lagi milik Kadipaten Carang Soka tetapi telah menjadi milikku. Karena Adipati Yudhapati telah membunuh saudaraku Sukmayana. Maka izinkan Kanjeng Adipati, Kembang Jaya yang memimpin pasukan ini."

Tidak menunggu persetujuan Adipati Andung Jaya, segera Kembang Jaya mengenakan pakaian perangnya dan kuluk kanigoro pun terpasang dan keris Rambut Pinutung terselip di pinggangnya. Prajurit majasemi maupun Carang Soka bergemuruh semangat mereka berlipat-lipat karena adanya Kembang Jaya yang menjadi panglima perang mereka. Dan soraksorai mereka jelas membuat pasukan Parang Garuda semakin mempercepat langkahnya seolah tidak sabar ingin menghabisi seluruh prajurit Carang Soka.

Tiba-tiba Kembang Jaya didekati oleh Adipati Puspa Andung Jaya,"Kembang Jaya apa maksudmu menempatkan Rayung Wulan dan Soponyono di tempat terbuka dan mudah dilihat oleh lawan?"

"Kanjeng Adipati akan tahu nanti sendiri, sebagai panglima perang saya yang bertanggung jawab atas seluruh keselamatan pasukan. Dan saya yang tahu strategi perang dan sudah dilaksanakan sebaik-baiknya oleh seluruh pasukan. Bahkan Paman Singopadu sudah tahu semua rencana saya," kata-kata Kembang Jaya cukup membuat sang Adipati manggut-manggut.

Adipati Yudhapati yang tengah mabuk kemenangan karena telah berhasil membunuh Sukmayana, ingin segera mengakhiri peperangan ini dengan kemenangan. Dan memancung kepala Soponyono yang telah membuatnya menanggung malu. 

Sebagai seorang Adipati harga dirinya telah diinjak-injak, sangat tidak layak orang yang telah mencoreng mukanya dibiarkan hidup. Di sampingnya Pangeran Jasari masih memendam amarah betapa dirinya telah dijadikan permainan, ia hanya bergumam, "Soponyono yang mati atau dirinya."

Dua manusia yang sama-sama kecewa karena permainan yang dibuat oleh orang lain. Pemain catur ulunglah yang menggerakkan semuanya dengan sangat halus sehingga tidak tahu jika mereka hanya pion-pion yang digerakkan. 

Di belakang mereka  Yuyu Rumpung mengikuti dengan penuh perhitungan. Ia bisa menghitung setiap strategi musuh kemudian bisa mencari cara menundukkanya dengan strategi lainnya. 

Taktiknya akan berjalan lancar jika semuanya dalam langkah permainannya. Saat ini  nalurinya berkata lain, bisakah dirinya membawa kejayaan atau malah sebaliknya keruntuhan Parang Garuda. Ia merasa semuanya berjalan sangat liar seperti arus sungai Juwana yang sedang meluap.

Yuyu Rumpung Masih sangat yakin jika dirinya akan membawa kejayaan, karena strategi dari memata-matai keadaan lawan hingga berhasil membunuh Sukmayana pimpinan perang Carang Soka telah berhasil dengan baik. Tinggal kali ini saja dirinya akan menggenggamm seluruh impiannya.

Betapa mudahnya menaklukkan Carang Soka, dan senyumnya sangat mengembang memperlihatkan gigi-ginya yang hitam karena terlalu banyak mengunyah sirih.

Teriakan kematian terdengar kuat di pasukan perintis yang terdiri para prajurit infantri. Mereka akan selalu ada di garda terdepan, membuka serangan. Namun manakala ada terdengar lolongan panjang itu artinya ada yang sangat tidak beres. Yuyu Rumpung segera memacu kudanya ke depan di temani Pangeran jesari. 

Betapa terkejutnya sebagian besar pasukan telah lenyap bagai di telan bumi. Sementara yang selamat teratih-tatih merangkak keluar dari lubang besar, dan tubuhnya sudah penuh dengan darah. 

Ternyata di dalam lubang besar itu sudah penuh dengan berbagai senjat dari bambu, tombak, hingga hewan berbisa. Sementara itu pasukan pemanah dan pelempar tombak sudah disiapkan tidak jauh darinya. Sehingga siapa pun yang selamat dari jebakan akan menjadi sasaran yang empuk.

Yuyu Rumpung segera menilisik dan sejurus kemudian dia baru menyadari semua kesalahannya namun sudah terlambat.

"Terkutuk kau Singopadu, hanya kamu seorang yang tahu taktik benteng pendem ini," gumam Yuyu Rumpung. Dan kagetnya kian menjadi-jadi manakal diketahuinya Pangeran Jesari yang ada di sampingnya tiba-tiba telah melesat membawa pasukan berkudanya ke arah timur.

Dirinya hanya terdiam, namun di antara pilihan melaporkan ke Adipati Yudhapati kalau putranya telah menuju ke Soponyono yang tampak terlihat dengan Rayung Wulan atau dirinya harus mengikutinya adalah sama-sama pilihan yang pasti akan berisiko nyawa.

Karena ia tahu jika bertemu dengan Yudhapati tanpa Panegeran jesari di sampingnya pastilah akan kena marah. Dan dibulatkan tekadnya harus mengawal Jesari meski tanpa mendapatkan pengawalan yang mencukupi namun ia yakin Adipati Yudhapati akan segera datang dengan bantuan pasukan. Ia cambuk punggung kudanya, derap kakinya kuat menghentak tanah. Kudanya pun melesat menyusul Pangeran Jesari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun