Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Matahari pun Mendampingi Para Kesatria di Medan Perang

30 November 2020   19:05 Diperbarui: 30 November 2020   19:13 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Betapa mudahnya menaklukkan Carang Soka, dan senyumnya sangat mengembang memperlihatkan gigi-ginya yang hitam karena terlalu banyak mengunyah sirih.

Teriakan kematian terdengar kuat di pasukan perintis yang terdiri para prajurit infantri. Mereka akan selalu ada di garda terdepan, membuka serangan. Namun manakala ada terdengar lolongan panjang itu artinya ada yang sangat tidak beres. Yuyu Rumpung segera memacu kudanya ke depan di temani Pangeran jesari. 

Betapa terkejutnya sebagian besar pasukan telah lenyap bagai di telan bumi. Sementara yang selamat teratih-tatih merangkak keluar dari lubang besar, dan tubuhnya sudah penuh dengan darah. 

Ternyata di dalam lubang besar itu sudah penuh dengan berbagai senjat dari bambu, tombak, hingga hewan berbisa. Sementara itu pasukan pemanah dan pelempar tombak sudah disiapkan tidak jauh darinya. Sehingga siapa pun yang selamat dari jebakan akan menjadi sasaran yang empuk.

Yuyu Rumpung segera menilisik dan sejurus kemudian dia baru menyadari semua kesalahannya namun sudah terlambat.

"Terkutuk kau Singopadu, hanya kamu seorang yang tahu taktik benteng pendem ini," gumam Yuyu Rumpung. Dan kagetnya kian menjadi-jadi manakal diketahuinya Pangeran Jesari yang ada di sampingnya tiba-tiba telah melesat membawa pasukan berkudanya ke arah timur.

Dirinya hanya terdiam, namun di antara pilihan melaporkan ke Adipati Yudhapati kalau putranya telah menuju ke Soponyono yang tampak terlihat dengan Rayung Wulan atau dirinya harus mengikutinya adalah sama-sama pilihan yang pasti akan berisiko nyawa.

Karena ia tahu jika bertemu dengan Yudhapati tanpa Panegeran jesari di sampingnya pastilah akan kena marah. Dan dibulatkan tekadnya harus mengawal Jesari meski tanpa mendapatkan pengawalan yang mencukupi namun ia yakin Adipati Yudhapati akan segera datang dengan bantuan pasukan. Ia cambuk punggung kudanya, derap kakinya kuat menghentak tanah. Kudanya pun melesat menyusul Pangeran Jesari.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun