Mohon tunggu...
dodo si pahing
dodo si pahing Mohon Tunggu... Buruh - semoga rindumu masih untukku.

Keinginan manusia pasti tidak terbatas, hanya diri sendiri yang bisa mengatur bukan membatasi.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pelajar Demo, Aneh?

26 September 2019   22:18 Diperbarui: 26 September 2019   22:35 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pukul tujuh lebih sedikit saat tengah mengajar di kelas tiba-tiba ada pengumuman lewat pengeras suara kalau seluruh siswa harus berkumpul. Setelah saya tutup pelajaran kemudian  anak-anak keluar kelas menuju tempat yang ditentukan.

Saya lihat di lapangan upacara telah menunggu Bapak-bapak polisi dan kepala sekolah. Langsung ditebak pasti ada hubungannya dengan peristiwa anak SMK/SMA di Jakarta dan sekitarnya yang melakukan Demonstrasi kemarin. Pekerjaan bagus pak polisi ini namanya pencegahan, kalau kata pak dokter pencegahan lebih baik daripada pengobatan.

Kalau misalnya betu-betul terjadi ada demonstrasi hingga ada perusakan mau apa ini anak SMK di daerah jauh dari Jakarta ikut-ikutan, latah?

Sejatinya sejak Indonesia berdiri memang ada pelajar yang ikut dalam perang kemerdekaan misalnya Tentara Pelajar (TP), Tentara Republik Indonesia Pelajar (TRIP), Tentara Genie Pelajar (TGP), atau Pelajar Siliwangi, Pelajar Pati atau tentara dan masih banyak lagi di Indonesia pelajar yang bergabung untuk memperjuangkan  kemerdekaan Indonesia. Saat itu mereka sangat antusias rela mengorbankan jiwa raga untuk negaranya. Namun sekarang para pelajar sudah ada pada dimensi lain untuk berjuang.  

Jadi fenomena anak usia belasan tahun ikut serta pada usia orang yang lebih dewasa darinya untuk suatu tujuan bernegara sebenarnya sudah mempunyai akar yang dalam. Dimulai sejak negeri ini berdiri. Lantas apa yang membuat kejadian kemarin aneh?

Ya tidak biasanya anak belia yang belum belum berusia tujuh belas tahun berpanas-panas, berteriak-teriak, mengepalkan tangan ke angkasa. Seolah-olah hari itu mereka dapat melepaskan seluruh beban yang menyertainya.

Beban dari tugas sekolah yang seolah-oleh menjadi kerja rodi tanpa henti. Seolah-olah pembuktian kepada khalayak tidak perlu harus kuliah kalau hanya sekedar bersuara lantang, melempar batu, melempar molotov.

Tidak ada asap jika tak ada api, begitulah peribahasa berbunyi. Seandainya ditanya oleh gurunya mengapa mereka ikut-ikutan demo  pasti akan dijawab tidak tahu. Paling jauh lagi jika bisa menjawab hanya ikut-ikutan teman. Karena anak usia belasan yang baru mengenal dunia maka pergaulanlah yang mempengaruhi perilaku mereka. 

Temannya berbuat sesuatu yang baik atau buruk selama itu menyenangkan dan bisa dilakukan beramai-ramai maka akan dilakoni. Implikasi dari perbuatan mereka jarang dipertimbangkan masak-masak, hanya kata teman itulah asalnya.

Anak remaja ini akan merasa kurang update jika tertinggal dari isu yang sedang in, aktualisasi diri  sangat berharga tatkala mereka ada dalam kancah yang sedang menjadi trend. Imitasi adalah kata yang mungkin tepat untuk menggambarkan mereka saat berdemo.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun