Mohon tunggu...
Nurul AuliaMijayanti
Nurul AuliaMijayanti Mohon Tunggu... Mahasiswa - UPNVJ Political Science Student

Hi

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Pemetaan Konflik (Simon Fisher): Pergusuran Permukiman Kampung Pulo

26 Juli 2022   15:35 Diperbarui: 26 Juli 2022   16:32 3381
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 Pembahasan 

 Pemetaan konflik dipakai untuk merepresentasikan konflik dalam bentuk visualisasi gambar (grafis) maupun bagan, dengan menempatkan para pihak yang terlibat dalam konflik maupun pihak yang menjadi mediator, serta waktu kejadiannya. Berdasarkan hasil pemetaan diperoleh bahwa konflik antara masyarakat Kampung Pulo dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang melibatkan aparat kepolisian dan TNI yang juga memperparah suasana. 

Hal ini dipicu karena masyarakat Kampung Pulo menganggap tidak koperatifnya pemprov DKI Jakarta dalam mensosialisasikan tentang negosiasi ganti rugi (konvensasi) yang tidak adil serta tidak terlalu memikirkan bagaimana nasib mereka (masyarakat Kampung Pulo) pasca penggusuran. Konflik ini juga diperparah oleh perlakuan pemprov DKI Jakarta yang melibatkan aparat polri dan TNI turut serta dalam menambah keruh suasana yang terjadi dalam dinamika kasus penggusuran yang terjadi di pemukiman Kampung Pulo.

 Pemerintah sendiri melakukan penggusuran pemukiman Kampung Pulo dengan maksud agar menertibkan warga yang tinggal di atas tanah negara, tanah bukan milik warga, sehingga dianggap ilegal. Penggusuran tersebut demi normalisasi sungai Ciliwung. Normalisasi sungai Ciliwung adalah dalam rangka mengatasi banjir Jakarta, diperkirakan akan adanya relokasi 70 ribu keluarga yang mendiami bantaran sungai Ciliwung. Rencananya, sungai Ciliwung akan dilebarkan menjadi 35 -- 50 meter ditambah dengan jalan inspeksi 7,5 meter di kedua sisinya. 

Kampung Pulo, Kampung Melayu merupakan kawasan paling parah tiap banjir tiba (Relokasi Warga, Syarat Normalisasi Sungai, Kompas.com, 3-2-2015). Sebenarnya warga Kampung Pulo tidak menolak relokasi, tetapi mereka tidak mau disebut pemukim ilegal. Sebagai pemukim yang mempunyai hak atas rumah dan tanah mereka, tentu saja mereka tidak dapat diusir begitu saja tanpa diberikan ganti rugi. Relokasi warga dari Kampung Pulo dapat diartikan sebagai tindakan dalam rangka pengadaan tanah untuk pembangunan dalam kerangka kepentingan umum, sehingga dapat ditempuh dengan menggunakan hukum pengadaan tanah. 

Memang bahwa pembangunan pelebaran sungai tidak disebutkan secara khusus dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah (UU No. 2 Tahun 2012), namun dapat ditafsirkan dari ketentuan Pasal 10 huruf c yakni: tanah untuk kepentingan umum yang digunakan dalam pembangunan tersebut adalah termasuk bangunan pengairan lainnya. Jika didekati dengan Pasal 10 huruf j UU No. 2 Tahun 2012 maka penjelasannya menjelaskan: "Yang dimaksud "fasilitas keselamatan umum" adalah semua fasilitas yang diperlukan untuk menanggulangi akibat suatu bencana, antara lain rumah sakit darurat, rumah penampungan darurat, serta tanggul penanggulangan bahaya banjir, lahar, dan longsor."

 Adapun alasan lain mengapa masyarakat menolak penggusuran adalah tidak dapat melakukan kegiatan perekonomian seperti sedia kala karena keterbatasan ruang di Rusunawa Jatinegara Barat. Serta, penambahan pengeluaran untuk membayar sewa rusun Di Kampung Pulo. Namun, Pemprov DKI Jakarta menanggapi kekhawatiran masyarakat ini dengan akan menyediakan tempat berdagang, gerobak, kursi untuk berdagang secara gratis. 

Dan juga warga sewa rusun Di Kampung Pulo dapat mencicil pembayaran sewa rusun dengan sistem pembayaran kompensasi keringanan berupa cicilan melalui Bank DKI. Warga juga diberikan fasilitas gratis seperti busway gratis untuk Jabodetabek, pengobatan dan dokter gratis, Paud, perpustakaan, dan lainnya. Namun, kompenasasi dari Pemprov DKI Jakarta seperti itu belum juga mengambil hati warga Kampung Pulo untuk bersedia agar rumahnya digusur untuk kepentingan umum. 

Sehingga, beberapa warga tetap bertahan di Kampung Pulo berharap rumahnya tidak digusur oleh Pemprov DKI Jakarta. Hingga akhirnya, Pemprov DKI Jakarta melibatkan Satpol PP untuk melakukan penggusuran kepada warga yang masih bertahan agar rumahnya tidak digusur. Namun, cara penggusuran yang dilakukan oleh Satpol PP di Kampung Pulo tidak manusiawi. Idealnya, penggusuran dilakukan ketika warga sudah menempati tempat tinggal yang baru. Atau dengan kata lain penggusuran seharusnya dilakukan ketika rumah warga sudah kosong dan warga sudah mendapatkan tempat tinggal yang baru. Faktanya, ada beberapa warga yang belum menempati Rusun Jatinegara. Namun, dilakukan penggusuran paksa oleh Satpol PP. Hal inilah yang menjadi penyebab terjadinya bentrokan antara warga dan Satpol PP.

 Pada saat proses eksekusi penggusuran berlangsung Pemprov DKI Jakarta melibatkan TNI dan Polisi dengan tujuan untuk membantu proses penggusuran pemukiman. Selain itu, alasan lain mengapa Pemprov DKI Jakarta melibatkan TNI dan Polisi dalam proses penggusuran adalah salah satu upaya meredam bentrokan antara masyarakat dengan Satpol PP sebagai perpanjangan tangan Pemprov DKI Jakarta. Ketidaaan aparat keamanan pada proses penggusuran yang dilakukan sebelumnya berdampak tidak ada pendamping yang mampu mengontrol ekskalasi kekerasan. 

Dengan kata lain, keberadaan TNI dan Polisi awalnya menjadi salah satu upaya Pemprov DKI Jakarta dalam meminimalisir kerusakan dan korban. Namun, warga setempat menganggap kehadiran TNI dan Polisi atau Aparat hanya memperkeruh suasana sebab pada saat proses eksekusi atau penggusuran berlangsung tetap terjadi ketegangan antara warga dengan aparat Satpol PP ditambah TNI dan Polri hal ini dikarenakan pengamanan yang berlebihan pada saat proses tersebut berlangsung rentan memunculkan provokasi dan membuat warga semakin emosi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun