Mohon tunggu...
Nur Sofiyah M
Nur Sofiyah M Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa IAIN Jember

Barang siapa yang bersabar, maka dia yang beruntung

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Pesantren Sebagai Sub Culture Islam Nusantara

14 Mei 2020   09:15 Diperbarui: 14 Mei 2020   09:24 222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Assalamualaikum.wr.wb

Salam hangat untuk pembaca setia kompasiana.....

Bertemu lagi dengan saya Nur Sofiyah Munawaroh yang tentuya pada kesempatan kali ini saya akan menulis sebuah artikel yang berjudul "Pesantren Sebagai Sub Culture Islam Nusantara" semoga sedikit memberi pemahaman bagi pembaca setia kompasiana. Mari kita mulai....

Pada tema tentang Pesantren Sebagai Sub Culture Islam Nusantara ini, terdapat tiga poin penting yaitu:

1. Pengertian pesantren dan Asal usul pesantren

Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata "santri" dalam bahasa jawa yaitu cantrik berarti murid padepokan, atau murid orang pandai.

Dalam pendapat lain bahwa pesantren berasal dari kata "santri" yang menurut kamus umum bahasa Indonesia kata ini mempunya dua pengertian, yaitu (1) orang yang beribadah dengan sungguh-sungguh, orang saleh. (2) orang yang mempelajari pengkajian agama Islam dengan berguru ketempat yang jauh seperti pesantren. Dalam kata lain istilah santri itu sendiri berasal dari bahasa Tamil "santri" yang berarti orang yang tinggal di sebuah rumah atau lembaga keagamaan.

Menurut asal katanya pesantren berasal dari kata santri yang mendapat imbuhan awalan pe dan akhiran an yang menunjukan tempat.  Dengan demikian, pesantren artinya tempat santri. 

Sedangkan menurut Sudjoko Prasodjo "pesantren adalah lembaga pendidikan dan pengajaran agama, umumnya dengan cara nonklasikal, dimana seorang kyai  mengajarkan ilmu agama islam kepada santri-santrinya berdasarkan kitab-kitab yang dituliskan dalam bahasa Arab oleh ulama abad pertengahan, dan para santri biasanya tinggal dipondok (asrama) dalam pesantren tersebut.

Umumnya, suatu pondok pesantren berawal dari adanya seorang kiai di suatu tempat, kemudian datang santri yang ingin belajar agama kepadanya. Setelah semakin hari semakin banyak santri yang datang, timbullah inisiatif untuk mendirikan pondok atau asrama di samping rumah kiai. 

Pada zaman dahulu kiai tidak merencanakan bagaimana membangun pondoknya itu, namun yang terpikir hanyalah bagaimana mengajarkan ilmu agama supaya dapat dipahami dan dimengerti oleh santri. 

Kiai saat itu belum memberikan perhatian terhadap tempat-tempat yang didiami oleh para santri, yang umumnya sangat kecil dan sederhana. Mereka menempati sebuah gedung atau rumah kecil yang mereka dirikan sendiri di sekitar rumah kiai. 

Semakin banyak jumlah santri, semakin bertambah pula gubuk yang didirikan. Para santri selanjutnya memopulerkan keberadaan pondok pesantren tersebut, sehingga menjadi terkenal ke mana-mana, contohnya seperti pada pondok-pondok yang ada pada zaman Wali Songo.

Pondok pesantren di Indonesia memiliki peran yang sangat besar dan penting, baik bagi kemajuan Islam itu sendiri maupun bagi bangsa Indonesia secara keseluruhan. Berdasarkan catatan yang ada, kegiatan pendidikan agama di Nusantara telah dimulai sejak tahun 1596. Kegiatan agama inilah yang kemudian dikenal dengan nama pondok pesantren.

Pesantren adalah sebuah lembaga pendidikan tradisional khas Indonesia. Menurut Zamakhsyari istilah pondok pesantren mulai mendapatkan popularitasnya pada permulaan ke dua abad ke-20, pusat pendidikan pesantren yang ada di Jawa dan Madura lebih dikenal dengan nama pondok atau tempat tinggal yang dibuat dari bambu, atau berasal dari kata bahasa Arab yaitu Fundug yang berarti hotel atau asrama. Lebih jauhnya, lembaga pendidikan pesantren telah berkembang di indonesia sejak beberapa abad yang lalu khususnya di daerah Jawa.

Syekh Maulana Malik Ibrahim sebagai salah satu Spiritual Father Walisongo yang meninggal pada tahun 1419 di Gersik, di masyarakat Jawa biasanya dipandang sebagai gurunya tradisi pesantren di tanah Jawa.

1. Sejarah Perkembangan Pondok Pesantren

a. Periode Awal: Sebuah Gagasan dan Cikal Bakal Pondok Pesantren d4i Nusantara

cikal bakal berdirinya pondok pesantren yang ada di Indonesia tidak luput dari sejarah masuknya Islam ke Nusantara. Sementara itu dalam pendapat lain disebutkan, bahwa awal keberadaan pesantren di Indonesia khususnya Jawa tidak bisa dikesampingkan begitu saja dari adanya peran Walisongo. Persoalan tentang pertama kali pengenalan dan pendirian pondok pesantren pun semakin runcing diperdebatkan, terutama tentang tokoh yang pertama kali mendirikan atau menciptakan model pendidikan pesantren tersebut.

Ada sebagian pendapat yang menyebutkan bahwa Syaikh Maulana Malik Ibrahim. Sementara itu dalam pendapat lain juga dikatakan jika pendiri pesantren pertama kali adalah Raden Rakhmat atau yang dikenal dengan Sunan Ampel. Namun ada tokoh lain yang juga diduga sebagai pendiri pesantren, yaitu Syaikh Syarif Hidayatullah juga tokoh walisongo yang dikenal sebagai Sunan Gunung Jati di Cirebon.

Pondok pesantren telah dikenal di bumi Nusantara sekitar abad 13--17 M, khususnya di tanah Jawa. Namun hal ini masih terkendala pada kepastian angka tahun dan tempat pertama kalinya pesantren didirikan. pesantren dengan sistem pendidikan yang sangat sederhana tersebut sudah ada sejak 500--600 tahun silam. Oleh sebab itu, jika melihat usianya yang panjang ini proses terbentuknya merupakan akulturasi budaya bahwa pondok pesantren memang telah menjadi milik budaya bangsa Indonesia dalam bidang pendidikan dan telah ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.

Berdasarkan hal di atas, maka dapat dikatakan bahwa perdebatan mengenai asal muasal pondok pesantren pada dasarnya belum selesai. Sehingga berkaitan dengan cikal bakal, kapan, dimana dan siapa tokoh yang mendirikan pondok pesantren belum dapat dipastikan secara jelas. Namun demikian, pondok pesantren merupakan karya monumental dan hasil ikhtiar dari para ulama yang menyebarkan Islam di Nusantara.

b. Periode Penjajahan Belanda: Intervensi dan Survival Pondok Pesantren

Datangnya Belanda ke Nusantara, secara tidak langsung memberikan pengaruh terhadap keberadaan pondok pesantren. Pondok pesantren berada dibawah kekuasaan pemerintah Belanda. Agresi Belanda secara berlahan menyelipkan misi kristenisasi dan menyebarluaskan budaya westernisasi di berbagai bidang termasuk ranah pendidikan. Pada fase ini, pemerintah Belanda membuat regulasi, kebijakan dan aturan-aturan yang tujuannya menghambat pertumbuhan dan perkembangan pesantren.

Argumentasi yang digunakan Pemerintah Kolonial Belanda untuk menyingkirkan pendidikan pondok pesantren yang sudah terlanjur mendapat tempat di hati rakyat adalah dengan cara menyebarkan opini negatif. Belanda menganggap pendidikan yang telah ada sudah tidak relevan dan tidak membantu pemerintah Belanda dalam misi kolonialisme. 

Selain itu, Belanda merasa khawatir akan kebermunculan gerakan nasionalisme-Islamisme dengan munculnya persatuan pondok pesantren dan lembaga organisasi pendidikan Islam karena takut rakyat indonesia melakukan reaksi dan protes khususnya umat Islam terhadap perkembangan agama Kristen di Nusantara. Pemerintah Belanda menempatkan seorang penasehat khusus Snouck Hurgronje. Ia diberikan tugas untuk menyelidiki kegiatan jamaah haji Indonesia di Mekkah,

Terlampau takutnya pemerintah Belanda terhadap pertumbuhan pesantren dan pemberontakan, pemerintah pada 1904 mendirikan Kantoor van Inlandsch Zaken, yang salah satu fungsinya mengawasi gerak-gerik pesantren. 

Munculnya kebijakan-kebijakan itu yang senantiasa berusaha menghambat bahkan menghancurkan pendidikan Islam menyebabkan kekhawatiran, kemarahan, kebencian tersendiri dari berbagai kalangan dan tokoh pesantren yang ada di Nusantara. 

Maka tidak mengherankan jika para ulama, kyai dan kaum santri rela mengangkat senjata melakukan pemberontakan kepada pemerintah Belanda untuk mempertahankan keberadaan Islam dan sistem pendidikannya di Nusantara. Sikap para ulama, kyai dan santri tersebut diwujudkan dalam sikap dan bentuk-bentuk aksi penolakan terhadap regulasi pemerintah Belanda.

Sehingga dari sikap dan aksi tersebut muncullah sikap non kooperatif dari para ulama dan kyai, yang kemudian diaplikasikan dengan mendirikan pesantren di daerah-daerah yang jauh dari kota, yang tujuannya adalah untuk menghindari intervensi kolonial Belanda serta memberikan kesempatan kepada rakyat yang belum memperoleh pendidikan.

Pada fase kedua ini,. Pada waktu itu kalangan pesantren mengambil sikap anti Belanda. Sampai uang yang diterimaa seseorang sebagai gaji dari pemerintah Belanda, dinilainya sebagai uang haram. Celana dan dasi pun dianggap haram, karena dinilai sebagai pakaian identitas Belanda. 

Sikap ,namun pada kenyataannya pesantren masih tetap survive dan eksis di tengah-tengah gelora perjuangan melepaskan diri dari kekangan kolonialisme Bahkan pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, lahir kegairahan dan semangat baru dari kalangan muslim. 

Pesantren mulai bergeliat dan berusaha keluar dari ketertinggalannya. Munculnya kepeloporan dan sikap progresivitas dari para kyai muda yang baru menyelesaikan studinya di Mekkah, dengan berusaha membuka sistem pendidikan yang sebanding dengan sistem sekolah, yaitu sistem madrasah. 

Dengan sistem ini, pesantren dapat berkembang kembali dengan baik dan cepat sehingga mampu menyaingi sekolah-sekolah Belanda seperti contoh pesantren Tebu Ireng yang memiliki lebih dari 1500 santri. Pada masa ini juga semakin memperteguh kesadaran para kalangan pesantren dan santri jiwa nasionalisme dan islamisme untuk bersatu dan mengatur dirinya secara baik. 

Dampaknya adalah munculnya berbagai organisasi Islam yang ada di Indonesia, seperti Serikat Islam (SI), Muhammadiyah dan Nadlatul Ulama (NU). Organisasi-organisasi ini bergiat dan bergerak dalam hal membela dan meningkatkan kualitas beragama, bermasyarakat dan bernegara.

c. Perkembangan pondok pesantren pada masa penjajahan Jepang

Jepang menguasai Indonesia pada tahun 1942, setelah menundukkan Hindia Belanda pada perang dunia 2. Jepang masuk ke Indonesia dengan gelar "Asia Timur Raya untuk Asia dan semboyan Asia baru". Pada mulanya, jepang masuk ke Indonesia tidak menunjukkan kesadisannya akan tetapi mendukung Indonesia dalam mendirikan pesantren. 

Namun, sikap yang dilakukan jepang hanya kamuflase belaka. Sikap dan kepeduliannya kepada Indonesia hanya siasat semata untuk menghancurkan Indonesia. Jepang menarik simpati orang islam dengan menerapkan kebijakan yaitu membangun Kantor Urusan Agama (KUA), para pembesar jepang sering membantu pondok pesantren besar yang ada di Indonesia, jepang memasukkan ajaran-ajaran yang identic dengan ajaran agama pada sekolah negeri, jepang memberikan kelonggaran kepada islam untuk mengurus organisasi islam. 

Hal itu tidak bertahan lama, karena ada desakan sekutu jepang bukan malah mendukung tapi  berbuat semena-mena dan lebih kejam yaitu dengan memberhentikan seluruh kegiatan pendidikan. Sekolah dirubah dengan kegiatan baris berbaris dan latihan militer

d. Perkembangn pesantren pasca kemerdekaan

Setelah merdeka dari penjajahan jepang dan belanda, para pemuka Negara memulihkan kembali mengembangkan pendidikan sesuai dengan kebudayaan Indonesia. Pondok pesantren mendapatkan kebebasan dan menghidupkan misinya untuk lebih eksis dan berbenah diri untuk meningkatkan daya saing. 

Pemerintah Indonesia meminta pondok pesantren dengan menerapkan system madrasah.akantetapi di tolak karena para pemuka pesantren curiga karena madrasah merupakan sesuatu yang menyerupai hal yang diterapkan belanda dan jepang. 

Pada tahun 1970-an , terjadi perubahan yang signifikan yaitu pesantren mengalami perkembangan yang menakjubkan disemua wilayah, pada penyelenggaran pendidikan  lebih sistematis. 

Pada era ini, pesantren mulai memasukkan pelajaran formal agar menambah wawasan santri, ada juga yang memasukkan bahasa asing dalam kurikulum pesantren, memperbarui system klasikal dalam pengajarannya. Jadi, pesantren akan menghasilkan pendidikan yang unggul dan dibanggakan.

3. Hakikat dan Tujuan Pesantren

Hakikat dan tujuan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, adanya pesantrean pasti memiliki tujuan tertentu. Ada tujuan umum dan tujuan khusus, tujuan umumnya yaitu membina warga Negara agar berkepribadian muslim sesuai dengan syariat agama islam dan menanamkan rasa keagamaan dalam segi kehidupan serta menjadikan orang yang berguna bagi kehidupan agama, berbangsa dan bernegara.

Tujuan khususnya yaitu :

a. mendidik santri untuk menjadi muslim yang bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, memiliki kecerdasan, keterampilan dan sehat lahir batin berdasarkan pancasila

b. mendidik santri menjadi kader-kader ulama' dan muballigh yang berjiwa ikhlas, tabah dan teguh dalam menjalankan syariat islam secara utuh dan dinamis,

c. mendidik santri untuk memperoleh kepribadian dan mempertebal semangat kebangsaan agar membangun dirinya dan bertangung jawab terhadap pembangunan bangsa dan Negara,

d. mendidik santri menjadi tenaga cakap dalam berbagai sektor pembangunan mental spiritual. 

e. mendidik santri untuk membantu meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat bangsanya

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun