Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Nature Artikel Utama

2 Alasan Petani Kerinci Tidak Tergiur Berkebun Alpukat

7 Juli 2022   20:48 Diperbarui: 11 Juli 2022   13:35 1840
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Belum lagi risiko lain. Tak jarang tanaman yang dipelihara bertahun-tahun,  maling  panen duluan. Sembilan tahun yang lalu kami pernah mengalaminya. Kayu manis kami umur 6 tahun ludes semua.

2. Sejarah  belum pernah mencatat, petani Kerinci kaya dari hasil bertanam alpukat

1-1657013695118-62c6de564f3b54713875fb62.jpg
1-1657013695118-62c6de564f3b54713875fb62.jpg

Semasa nilai jual kayu manis dan kopi sedang berjaya, petani Kerinci banyak yang kaya (versi orang kampung). Kejayaan serupa belum pernah mereka nikmati dari hasil alpukat.  Wajar, petani Kerinci kurang tergiur untuk menanamnya, dan masih fanatik pada kayu manis dan kopi.

Padahal pengelolaan buah alpukat relatif mudah. Tawar menawar dengan pengumpul, kalau cocok silakan panen sendiri, timbang sendiri, angkat sendiri. Empunya tinggal  terima duit. Urusan selesai.

Tetapi kalau di kebun, alpukat juga banyak kendala. Di saat dia  sedang berbuah, musuhnya berjibun. Mulai monyet, tupai, sampai ke monyet kepala hitam. Ha ha ....

Saya dan suami  hanya bisa menikmati hasil panen alpukat di belakang dan depan rumah.  Alhamdulillah lumayan. Kalau sedang mahal rata-rata sepohon dapat Rp 1 juta. Cukup untuk nambah beli pulsa nenek blogger. Ha ha .....

Kendala lainnya, bila tak laku dijual, alpukat terbuang sia-sia. Beda dengan kayu manis dan kopi, bisa disimpan bertahun-tahun.

Demikian 2 alasan petani Kerinci tidak tergiur berkebun alpukat. Sejatinya banyak alasan lain. Biar singkat, kita padai  hingga ini saja.

Terakhir mohon maaf, artikel ini hanya opini pribadi, berdasarkan pengamatan  di lingkungan.  Bukan hasil survei atau sejenisnya. Semoga bermanfaat.

*****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun