Yang kasian anak-anak dari keluarga minim pendidikan. Malahan ada orangtuanya yang tidak bisa baca tulis. (Maaf bukan maksud merendahkan. Ini fakta).
Diperparah pula dengan ekonomi yang sangat lemah. Jangankan smartphone, lap top, HP nokia jadul saja banyak yang belum punya. Bapak dan emaknya sibuk dengan urusan perut. Pergi pagi pulang sore.
Masalah lain tak kalah runyam, tidak semua desa dialiri jaringan internet. Atau  mungkin ada tapi sinyalnya lemot bin lelet. Katakanlah desa tetangga sebelah, jarak 1 km dari kediaman saya. Sampai hari ini  warganya belum menikmati jalur Tol langit.
Bagi siswa SMP, SMA, dan Mahasiswa, okelah. Mereka bisa pergi ke desa lain yang sinyalnya melimpah.
Lalu bagaimana dengan anak SD?  Percaya atau tidak, di pedusunan seperti ini  selama sekolah diliburkan karena terdampak Virus Corona, kegiatan pembelajaran mereka setop total.
2. Pihak Guru
Tidak semua guru menguasai teknologi. Jangankan mengutak-atik internet, membuka dan berkirim SMS Â via HP jadul saja banyak yang tidak bisa. Tahunya cuman nelepon. Terutama Bapak dan Ibu Guru yang sudah berumur.
Kemarin saya nelpon 3 teman guru usia 5 puluhan. Ketika ditanya masalah belajar online, ketiganya memberikan jawaban senada, "Saya tak pandai mengajar online, Bu. Membuka laptop saja saya tak bisa. Apalagi internetan," kata Ibu BR (56) di ujung sana.
Ketika ditanya pengalamannya seputar belajar daring, bapak 3 anak itu mengaku, sesekali dia harus mendatangi siswanya ke alamat masing-masing.
"Sampai di sana, saya dan siswa jaga jarak, Bu. Saya di luar, mereka dalam rumah." Pak Guru yang pernah mengajar di SD yang saya pimpin ini tertawa berderai-derai. Dia memang tipe makhluk suka melucu.