Belum lagi penyedia layanan jasa/sewa prewedding dan pernak pernik lainnya. Minimal kelas sederhana yang ada di desa-desa.  Â
Pertanyaannya, sebegitu ngefekkah para TKI tersebut terhadap perekonomian dan  pembangunan desa? Jawabnya iya. Sebab, sebelum penduduk setempat rame-rame pergi bekerja di Malaysia, kehidupan warga relatif sulit. Hanya mengandalkan padi hasil  bertanam di  sawah. Paling-paling pencaharian tambahannya sebagai nelayan di Danau Kerinci.
Sawah yang digarap pun cuma sawah warisan. Menunggu giliran yang kadang hanya ketemu sekali dua puluh tahun. Sekadar ngisi perut, oke-lah. Bisa tertutupi  seadanya. Untuk membangun, biaya pendidikan anak ke perguruan tinggi, ke mana uang akan dicari.Â
Tetapi harus diakui juga, cuti Imlek zaman sekarang para TKI yang pulang jauh lebih sedikit dibandingkan masa libur yang sama sebelum tahun 90 an. Mengingat kini nasib pekerja di Malaysia tidak sejaya masa-masa tersebut.
"Sekarang enaknya bekerja di Malaysia tinggal cerita, Bu. Tidak seperti dulu lagi. Soal kesejahteraan, beda tipis dengan di sini, " aku salah seorang TKI Malaysia tetangga saya yang tak mau disebut namanya. "Kalau kurang cerdas ngatur pengeluaran, perolehan di sana habis di sana. Jadwal balek kampung pun harus terencana. Kalau mudik sekarang (Imlek), lebaran Idulfitri tak mudik lagi," tambahnya. Â
Demikian uraian  singkat, tentang keuntungan yang diperoleh masyarat desa saya dalam melewati perayaan tahun baru Imlek 2020.  Gong Xi Fa Cai. Salam dari Danau Kerinci.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H