"Senangnya?"
"Apa, ya?" Mbak Tutik mengerutkan keningnya. "Oh, ya. Saya pernah bekerja di kota Sungai Penuh selama 5 bulan. Dapat duit 10 juta. 2 juta saya bayar ini itu. Siasanya 8 juta saya bawa pulang ke Jawa. Nengok Mbak saya. Sampai di sana saya bagi-bagi pada keponakan. Yang masih kecil saya kasih 20 ribu. Yang besar 50 ribu. Rame, Bu. Mereka pada senang semua. Saya juga gembira," paparnya bersemangat.
"Kebahagiaan saya begitu, Bu. Berbagi, membantu keluarga. Jika ada yang menikahkan anaknya saya kirimi duit," katanya.
"Di Jawa itu enak. Belanjaan serba murah. Recehan seratusan masih dipake. Di Rmbo Bujang, uang seribu aja gak laku".
Untuk diketahui, Mbak Tutik ini asli Semarang Jawa Tengah. Semasa kelas 3 SD, tepatnya tahun 1977 dia ikut orangtuanya bertransmigrasi ke Rimbo Bujang. Kini ayah dan bundanya telah tiada.
"Saya tinggal dewe an  di lahan dan rumah sendiri. Anak-anak sudah saya kasih lahan 2 hektar  per orang,"  jelasnya dengan wajah berseri.
Terakhir  saya tanyakan  apa harapan Mbak Tutik ini  kepada pemerintah.
Dia menjawab, "Gak mengharap apa-apa to, Bu. Saya belum pernah dapat bantuan dari pemerintah. Janda-janda di tempat saya pada dapat semua. Ada yang dikasih uang, beras, kartu berobat gratis. Padahal mereka masih muda, ekonominya lebih mampu ketimbang saya".
Sebelum pergi, saya memberitahukan Mbak Tutik proses pengurusan Kartu Indonesia Sehat. Dia mengiyakan, saya pamit  pulang.
****