Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Begini Gilanya Sopir Zaman Dahulu

1 Desember 2018   23:02 Diperbarui: 7 Desember 2018   11:01 1225
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Malah lebih parah. Main sepak, terjang, dan tampar itu hal lumrah. Rakyat jelata sekelas sopir tiada yang berani melawan. Beda dengan sekarang.  Polisi dan rakyat saling merangkul. Meskipun  masih ada oknum yang nakal jumlahnya tidak banyak dan tak sekejam polisi dahulu."

"Terus, preman nekat?"

"Pribadi atau kelompok penjahat memeras dengan kekerasan, merampok terang-terangan di jalanan sepi. Sasaran empuknya, truk ekspedisi mengangkut benda yang mudah dijual."

Misalnya, barang elektronik atau bahan makanan. Minta diturunkan secara paksa.  Kalau sopir menolak, nyawa taruhannya. Senjata tajam melingkar di leher.  Akhir-akhir ini  tidak sedikit para  pereman ini beraksi  pakai senjata api.

"Era saya dahulu, ada titik-titik tertentu yang rawan penjahat. Mereka tidak takut kepada siapa pun. Seberapa banyak penumpang  dalam bus dia tetap nekad menggerayagi bagasi. Dahulu bagasinya di atas tenda.  Kelompok ini istilahnya bajing loncat. Entah bagaimana cara mereka beroperasi. Tahu-tahu bagasi  sudah porak poranda dan banyak bawaan penumpang yang hilang," kenang pria gaek itu.

Menurut saya, sopir sekarang  jauh lebih enak daripada dahulu. Mobilnya bagus-bagus. Penumpang pun nyaman. Tahun enam puluhan, jika kami sekeluarga bepergian, kalau tidak jalan kaki  naik mobil barang. 

Orang kampung menyebutnya oto prah.  Bus belum ada.  Di belakang sopir tersedia sebuah bangku panjang khusus untuk penumpang. 

Apabila sudah penuh, orang yang mencegat di jalan kebagiannya duduk di bak belakang membaur dengan barang. Itu pun kalau baknya tidak full. Prah mengangkut barang toko, umumnya tak ada ruang baknya  yang terluang.

Sungguh tersiksa. Jalan belum tersentuh aspal. Musim panas penuh debu, dikala hujan beceknya minta ampun. Sering mobil terperosok masuk lubang berhari-hari tak bisa keluar.

Terkait pengalaman saya naik mobil zaman dahulu, ada dua hal yang tak terlupakan.

Pertama,  beberapa kali mobil yang kami tumpangi bocor di tengah hutan.  Kernetnya hilir mudik mengalungkan ban dalam di lehernya,  mencari pohon karet untuk diambil getahnya sebagai lem penambal ban.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun