Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Meminjam Buku Bukan Haram, Asal Peminjamnya Tidak Munafik

19 Oktober 2018   21:39 Diperbarui: 21 Oktober 2018   02:42 1281
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Z  berkilah lupa, terus minta maaf.  Dan berjanji besok dia akan mengantarnya. Dan bla bla .... 

Ya sudah. Tak apa-apa. Saya memaafkannya dan berpikir, buku dapat dibeli. Pergaulan dengan keluarganya tak dapat dibayar dengan apa pun. Di sisi lain, saya sangat mengharapkan buku itu kembali.

Seminggu kemudian, momen yang ditunggu itu datang. Bu Guru cantik itu hadir.  Sebuah  buku tergenggam di tangannya.

Dokumen Pribadi
Dokumen Pribadi
Ternyata  bukan milik saya. Tetapi buku Gerakan 30 September.  Katanya yang kemarin itu hilang. Waduh, seribu judul dan sejuta eksemplar pun dia mengganti, saya tidak menginginkannya. Yang saya punya, buku motivator. Karena masih baru, judulnya pun belum saya hafal. 

Saya berpikir, manusia  ini pantas disebut munafik. Kerena tanda-tanda itu telah melekat padanya?

Dari Abu Hurairah, Bahwa Nabi SAW bersabda, Tanda-tanda orang munafik ada 3. Jika berbicara dia berdusta, jika berjanji dia ingkar, dan jika diberi kepercayaan,  dia berkhianat.  (HR. Al-Buchari)

Untung saya  mampu mengendalikan emosi. Berusaha tersenyum saat mendengar  dia berargumen. Alhamdulilah, setan marah gagal menguasai saya. 

Setelah kejadian itu  saya kapok.  Lebih baik menerima hujatan pelit, medit atau apapun jenisnya, daripada memberipinjamkan buku kepada orang lain. Kalau ada yang minta pinjam, sambil senyum-senyum manis saya bilang, "Dicopy aja ya! Biar Nenek yang bayar."

Siapa yang berani menjawab "ya", coba!

Pengalaman ini patut menjadi renungan kita bersama. Jangan sekali-kali menganggap buku pinjaman sebagai barang tak berharga. Karena bagi sebagian orang, (begitu juga saya),  benda ini termasuk dokumen  pribadi penting yang harus dipelihara.  

Melenyapkan dokumen sekecil apapun sama  dengan mengaburkan sejarah. Setelah saya meninggal nanti, anak cucu saya tidak akan tahu detail latarbelakang neneknya ini tanpa adanya bukti sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun