Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Wahai Penulis, Ternakkan Idemu

19 Maret 2021   00:49 Diperbarui: 19 Maret 2021   01:59 552
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel "Balada Si Roy" karya Gola Gong/Foto: kompas.com

"Uang hanyalah sebuah ide." (Robert T. Kiyosaki)

Jika uang hanyalah sebuah ide maka memperbanyak ide sebanyak-banyaknya sama saja dengan mengembangbiakkan uang yang akan didapat. 

Dalam konteks industri kepenulisan, yang pola dasar bisnisnya tidak jauh berbeda dengan industri real estate yang ditekuni Kiyosaki yang juga penulis buku Rich Dad Poor Dad, ide harus ditangkap bahkan harus diternakkan. 

Ibarat hewan ternak, ia harus dirawat, dikembangbiakkan dan dijual. 

Lihat saja fenomena booming atau best-seller buku-buku karya Tere Liye, Fiersa Besari, Habiburrahman El-Shirazy (Kang Abik) atau Andrea Hirata yang sebagian menuai royalti miliaran rupiah dan menjejak dunia layar lebar. 

Itulah contoh nyata betapa ide bagi seorang penulis tak ubahnya hewan ternak yang merupakan aset berharga.

Jika ide adalah hewan liar maka ia harus ditangkap, dijinakkan, didomestikasi. 

Seperti halnya orang-orang dulu mendomestikasi kuda atau unta untuk menjadi tunggangan yang bermanfaat untuk keperluan manusia. Sarana penangkapnya bisa dengan banyak cara. 

Hemmingway menangkap ide dengan jalan mengetik apa saja di mesin ketiknya jika mengalami kemampatan ide. 

Novel
Novel "Balada Si Roy" karya Gola Gong/Foto: kompas.com

Gola Gong melakukan perjalanan keliling benua Asia untuk menjaring ide Balada Si Roy dan Perjalanan Asia. 

Haji Ali Akbar Navis (A.A Navis), cerpenis Robohnya Surau Kami, memilih nongkrong di toilet berjam-jam, hingga konon ia terserang wasir, demi mengejar sang ide.

Beberapa penulis lain ada yang menenggelamkan diri dalam tumpukan buku, ngopi di kafe dengan laptop siaga di ujung jari atau sekadar bermain voli untuk menjinakkan makhluk bernama ide ini. 

Intinya: ide harus ditangkap. 

Karena ide juga ibarat sambaran kilat. Jika tak cekatan disergap, ia akan meluncur menghunjam bumi dan teredam, tidak berdayaguna apa-apa. 

Maka tangkaplah ide dengan keberanian seorang Benjamin Franklin, presiden Amerika Serikat dan ilmuwan penemu arde (penangkal petir). 

Salah satu bapak bangsa Amerika Serikat itu menangkap petir dengan layang-layang yang digantungi kunci besi pada benangnya di tengah hujan deras yang ramai kilat. 

Itu jelas sebuah keberanian bernyali dengan keingintahuan yang besar dan semangat mencoba sesuatu yang baru.

Jadi sudahlah basi adegan di film atau sinetron Indonesia di era 70 sampai 90-an yang melukiskan seorang penulis mencari ide dengan terbengong-bengong di depan alat tulis dan kertas atau terlihat mumet memegangi kepala dengan rokok mengepul seperti asap kereta uap. 

Seperti kata Umar bin Khattab,"Rejeki tidak jatuh begitu saja dari langit. Bekerjalah!" 

Ide juga harus disodok jatuh seperti kita mengalap atau mengunduh mangga ranum dari pohon yang rimbun.

Jika mangga sudah jatuh, jika hewan liar sudah ditangkap dan dijinakkan, apa yang harus kita lakukan? 

Dengan segala amsal tersebut, ide yang lebih mahal daripada Buah Merah asal Papua dan lebih ajaib dari hewan Pegasus dalam mitologi Yunani adalah harta karun yang wajib didepositokan dan hewan ternak yang teramat mahal untuk tidak dipiara. 

Dan kita perlu empat jurus khusus untuk beternak ide.

Jurus Pertama: Kandangkan

Kandangkan ide dalam ponsel, laptop, komputer, USB, disket, notes, agenda atau diary atau apa pun fasilitas penyimpan data yang kita miliki. 

Meskipun itu hanya berupa satu kalimat singkat yang diperoleh dalam lintasan di benak saat menunggu KRL yang telat. Misalnya "kereta yang ingkar janji". Atau sekadar berupa rekaman status media sosial atau aplikasi perpesanan.

Jangan remehkan kuantitasnya karena itu adalah embrio yang terlalu mahal untuk diaborsi.

Siapa mengira jika coretan ide J.K. Rowling di atas tisu bekas di restoran akan menjelma menjadi bayi raksasa bernama Harry Potter yang bertahun-tahun menghipnotis dunia?

Jadi jangan biarkan ide hanya berkelebat mampir di benak. Kurung ia karena ia lebih liar dan lebih mudah pergi bahkan lebih rentan dicuri daripada uang di saku baju kita. 

Jika perlu, perlakukanlah ide sama berharganya dengan uang yang kita setorkan ke bank. 

Milikilah bank ide, dalam bentuk apa pun,  yang isinya selalu dapat kita setor dan tarik setiap saat.

Jurus Kedua: Beri makan

Jika bakpao atau bakso adalah makanan untuk badan, maka buku dan kontemplasi (zikir, tadabbur, meditasi, yoga dll) adalah makanan untuk otak dan jiwa. 

Itulah asupan terbaik untuk hewan ternak bernama ide. Semakin variatif dan bergizi jenis asupan maka akan semakin bongsor dan berbobot ide tersebut.

"Every man's work, whether it be literature or music or pictures or architecture or anything else, is always a portrait of himself."(Samuel Butler).

Dalam konteks tersebut sebuah kutipan bijak berbahasa Inggris cukup relevan jadi panduan. 

"Ordinary people talk about people; mediocre people talk about events and extraordinary people talk about ideas." 

Orang-orang kelas bawah membicarakan orang; orang-orang kelas medioker atau semenjana (pertengahan) membicarakan peristiwa sementara orang-orang yang berkaliber luar biasa membicarakan ide atau gagasan.

Jika dunia seorang penulis hanya melulu sarat dengan bacaan ringan, gosip selebritas dan hal-hal remeh temeh maka output dan kualitas tulisannya takkan jauh-jauh dari apa yang dimamahnya tersebut. 

Ia hanya menjadi penulis berkategori kelas bawah, alih-alih medioker apalagi luar biasa. 

Seperti kata orang bijak, jangan penuhi pikiranmu dengan hal-hal kecil karena akan terlalu sedikit ruang untuk pikiran-pikiran besar.

Jurus Ketiga: Kembangbiakkan

Kawinkan ide baik dengan inseminasi maupun kawin silang. 

Sapi Madura petarung karapan yang tangguh adalah hasil percampuran benih sapi pilihan. Ide unggulan juga begitu, ia mewarisi kualitas genetis masukan yang membentuknya. 

Dalam How To Be A Smart Writer, Afifah Afra, salah seorang penulis Forum Lingkar Pena (FLP) dengan karya novel sejarah Javasche Orange dan De Windst, memperkenalkan dua cara mengembangbiakkan ide yakni, yang saya istilahkan, inseminasi dan kawin silang. 

Inseminasi adalah memasukkan elemen baru terhadap sebuah ide atau kisah lama. 

Misalnya, jika dalam dongeng Malin Kundang asli yang menjadi batu adalah Malin Kundang, maka sangat menarik jika dimodifikasi sebaliknya. Yang menjadi batu adalah ibunya karena dinilai lalai dan bertanggung jawab terhadap perubahan akhlak si Malin, anak kandungnya.

Sementara kawin silang adalah memadukan dua unsur cerita yang berbeda. 

Ambil contoh kisah Upik Abu atau Cinderella dan Putri Salju (Snow White). 

Cinderella yang berbahagia karena sepatunya pas dengan ukuran sepatu kaca bisa saja kemudian diceritakan tewas karena memakan apel beracun. Kemudian ia hidup kembali setelah dicium sang pangeran. 

Atau jika ingin lebih komedik, Cinderella hidup kembali setelah mencium bau sepatu kaca yang disodorkan tujuh kurcaci.

Jurus Keempat: Jual

Juallah ide dalam bentuk menuliskannya. 

"Ikatlah ilmu dengan menuliskannya," demikian bunyi hadis Nabi Muhammad SAW.

Jika tidak mampu menuliskannya, ide tersebut dapat dijual ke seorang teman yang menuliskannya. Soal hitung-hitungan finansial itu bisa jadi kesepakatan tersendiri.

Dalam dunia penulisan naskah sinetron, misalnya, sudah lazim seorang penulis menjual ide dan soal eksekusi penggarapan diserahkan kepada tim penulis skenario. Sang penulis sendiri mungkin hanya sekadar mensupervisi atau menjadi head writer. Itu sekadar contoh. 

Namun kita tentu layak dan amat berhak menerima kehormatan untuk menuliskannya sendiri. Tentu jika kita berani memanen setelah susah-payah menebar benih dan merawatnya.

Nah, sekarang nikmatilah hasil beternak ide. 

Namun pertanyaan pertama adalah sudahkah kita punya nyali untuk beternak ide?

Jika pertanyaan ini sudah bisa kita jawab, maka mari berdiri tegap dan serukan, "Wahai penulis, ternakkan idemu!"

Karena kebaikan harus disebarluaskan dan diserukan, jangan disimpan sendiri. Karena air sumur akan tetap jernih dan terus memancar selama terus ditimba alih-alih hanya didiamkan dan ditutupi.

Jakarta, jelang Ramadhan

Baca Juga:

1. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/604524958ede48054d16dae2/belajar-memahami-ala-jenderal-nagabonar

2. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/604839fcd541df2cff3939e2/drama-layanglayang

3. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/6052922d8ede4822d5624082/banjir-seleher-leher-siapa

4. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/604fadb0d541df3798063382/setop-bergosip-mari-berdiskusi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun