Gola Gong melakukan perjalanan keliling benua Asia untuk menjaring ide Balada Si Roy dan Perjalanan Asia.Â
Haji Ali Akbar Navis (A.A Navis), cerpenis Robohnya Surau Kami, memilih nongkrong di toilet berjam-jam, hingga konon ia terserang wasir, demi mengejar sang ide.
Beberapa penulis lain ada yang menenggelamkan diri dalam tumpukan buku, ngopi di kafe dengan laptop siaga di ujung jari atau sekadar bermain voli untuk menjinakkan makhluk bernama ide ini.Â
Intinya: ide harus ditangkap.Â
Karena ide juga ibarat sambaran kilat. Jika tak cekatan disergap, ia akan meluncur menghunjam bumi dan teredam, tidak berdayaguna apa-apa.Â
Maka tangkaplah ide dengan keberanian seorang Benjamin Franklin, presiden Amerika Serikat dan ilmuwan penemu arde (penangkal petir).Â
Salah satu bapak bangsa Amerika Serikat itu menangkap petir dengan layang-layang yang digantungi kunci besi pada benangnya di tengah hujan deras yang ramai kilat.Â
Itu jelas sebuah keberanian bernyali dengan keingintahuan yang besar dan semangat mencoba sesuatu yang baru.
Jadi sudahlah basi adegan di film atau sinetron Indonesia di era 70 sampai 90-an yang melukiskan seorang penulis mencari ide dengan terbengong-bengong di depan alat tulis dan kertas atau terlihat mumet memegangi kepala dengan rokok mengepul seperti asap kereta uap.Â
Seperti kata Umar bin Khattab,"Rejeki tidak jatuh begitu saja dari langit. Bekerjalah!"Â
Ide juga harus disodok jatuh seperti kita mengalap atau mengunduh mangga ranum dari pohon yang rimbun.