Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pigai, Raffi, dan Ilusi Keadilan Hakiki

28 Januari 2021   18:44 Diperbarui: 28 Januari 2021   19:39 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Selain pihak penyelenggara pesta ultah tetap menerapkan prokes dan mengadakan tes usap (swab) antigen, menurut siaran pers Polda Metro Jaya, para tamu pesta juga berinisiatif datang sendiri, tidak diundang. 

Mendadak saya ingat tagline sebuah film horor lawas di awal 2000-an yang berbunyi: "Jelangkung, datang tak dijemput, pulang tak diantar".

Tapi tentu saja para undangan tamu pesta tersebut bukanlah makhluk halus, mereka jelas makhluk kasat mata seperti kita, manusia. Hanya saja trik dan intrik mereka saja yang sedemikian halusnya.

Sedemikian halusnya sehingga, jangankan diketemukan unsur pidana untuk menjeratnya, Satpol PP DKI Jakarta pun tidak dapat mengenakan denda administratif terhadap kerumunan tersebut. 

Hingga jangan dibayangkan kerumunan kalangan the haves Anak Jaksel tersebut akan kena denda lima puluh juta sebagaimana yang dikenakan terhadap kerumunan pesta pernikahan Habib Rizie Shihab yang mayoritas dihadiri kalangan proletar menengah ke bawah di kawasan Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat.

Tidak heran ada sebuah meme kreatif di medsos yang menyindir perbedaan perlakuan tersebut, yang berbunyi: "Virus corona kini bermutasi, dapat membedakan kerumunan orang kaya dan kerumunan orang biasa".

HRS saat ditahan polisi karena kasus kerumunan ilegal/Foto: Facebook.com
HRS saat ditahan polisi karena kasus kerumunan ilegal/Foto: Facebook.com

 Saat Raffi Ahmad dengan "kerumunan legal"-nya bebas melenggang dari jerat denda maupun jerat pidana, Habib Rizieq Shihab (HRS) dengan "kerumunan ilegal"-nya dijerat polisi dengan beraneka lapis: pasal 160 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan/atau Pasal 93 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan dan Pasal 216 KUHP. 

Pasal 160 memuat tentang penghasutan, Pasal 93 tentang pelanggaran kekarantinaan kesehatan yang menyebabkan kedaruratan kesehatan, serta Pasal 216 KUHP tentang upaya menghalangi petugas berwenang.

Di sinilah publik dihadapkan pada fakta betapa bagaimana pun hukum masih bisa mengendus bulu siapa di depannya. 

Jika penahanan HRS dilakukan di era kapolri sebelumnya, sang kapolri baru tentu harus bisa membuktikan bahwa di eranya betul-betul hukum bisa tegak, tidak hanya secara prosedural tetapi juga secara substansi, maknawi atau hakiki.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun