Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kenapa Hari Ibu Bukan Hari Perempuan?

22 Desember 2020   12:33 Diperbarui: 22 Desember 2020   12:38 412
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kongres Perempuan Indonesia yang melahirkan Hari Ibu/Sumber: padamu.net

Bahkan ada pepatah Jawa yang menyatakan sebagai segaraning jiwo (belahan jiwa) laki-laki, perempuan harus mengikuti suaminya kemana pun, baik surga atau neraka. 

Hal itu bernyawa betul dengan syair Sabda Alam yang populer pada 1950-an gubahan Ismail Marzuki,"Sejak dulu wanita dijajah pria....."

Bahkan dalam sebagian kepercayaan di muka bumi, disebutkan Hawa (dalam versi lain, disebut juga "Eva") adalah pangkal terusirnya manusia dari surga. 

Iblis penggoda yang yang dikisahkan menyamar sebagai ular mula-mula membujuk Hawa untuk memakan buah keabadian (yang dalam literatur Islam disebut sebagai buah "khuldi"). 

Konon Hawa menelan buah itu, namun tersadar saat buah yang ditelan berada di dada. Konon, jadilah buah itu menetap permanen menjadi buah dada. 

Sementara Adam yang dikisahkan lebih rasional tersadar lebih dahulu, dan berusaha memuntahkan kembali. Terlambat. Buah laknat itu terlanjut tersangkut di kerongkongannya, dan menjadi tanda pembeda antara Adam dan Hawa. Itulah jakun, yang dalam bahasa Inggris disebut sebagai "Adam's apple".

Mitos itulah yang menyuburkan stereotipe perempuan dalam banyak kebudayaan di dunia sebagai sumber bencana, yang lemah dan tak berdaya. 

Disinyalir asal muasal perilaku selibat (baca: tidak menikah selamanya) merupakan manifestasi keyakinan pada mitos tersebut. Antara lain, karena takut derajat kesucian mereka sebagai laki-laki terkotori dengan menikahi perempuan. Persoalan bagaimana mereka melampiaskan nafsu kodrati kepada lawan jenis yang notabene merupakan fitrah Tuhan yang tidak terelakkan tentu merupakan bab persoalan lain lagi.

Di zaman modern pun sebagian pakar biologi yang pro-patriarkis menganggap tingkat evolusi perempuan berada di bawah laki-laki. Sebuah mitos superioritas gender yang menjustifikasi seseorang untuk menasihati bocak laki-laki yang menangis karena terjatuh dengan ucapan,"Eh, jangan nangis. Kamu kan laki-laki!"

Lebih jauh, bahkan Sigmund Freud, dalam kerangka teori psiko-analisisnya, membedakan lelaki dan perempuan hanya pada satu hal yakni ada tidaknya phallus (lingga, penis) sebagai lambang kemaluan laki-laki. 

Definisi lelaki adalah makhluk yang memiliki phallus, sementara perempuan adalah makhluk yang "tidak punya apa-apa".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun