Kemerdekaan berpikir secara inheren merupakan satu mata rantai tak terpisahkan dengan kemerdekaan berpendapat. Ekspresi dari sebuah pemikiran adalah pendapat yang tercurah melalui lisan atau tulisan. Terlebih manusia secara naluriah mempunyai kebutuhan untuk berkomunikasi dan menyalurkan gagasan-gagasannya.
Dan kesalahan Orba, yang berujung pada kehancurannya, adalah menindas kebebasan berpikir dan bersuara atau berpendapat. Tidak semestinya juga rezim pemerintah selanjutnya menempuh jalan yang sama jika tidak ingin berakhir pada ujung kemusnahan yang sama.
Toh, rezim otoriter Orba sejatinya adalah kata sifat, bukan kata benda yang mati, yang hanya ada di suatu kurun waktu tertentu saja.
Ia dapat muncul dan berulang kapan saja, di mana saja, dan menjelma menjadi apa pun dan siapa pun.
Jakarta, 23 November 2020
Baca Juga:
1. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5fb98ccbd541df43b6489432/bersedekahlah-tuhan-jamin-rejekimu
2. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5fba58998ede485de006f453/empat-kiat-menjaring-jodoh
3. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5fb783a337f4b90ae14ca652/saat-entong-sayang-dirisak-orang
4. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5fb76c3ad541df2bdb4e0fa2/aneka-cerita-anak-home-schooling
5. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5fad424f8ede4808c9681a32/tiga-jurus-menulis-dari-para-maestro