Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kenangan Hari Pertama Menjadi Ayah

12 November 2020   19:12 Diperbarui: 15 November 2020   16:36 1150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Keluarga kecilku/Dokpri: Nursalam AR

Saat itu aku merindu almarhumah ibuku yang juga tak bisa melihat anakku, cucu kelimanya.

Juga rindu almarhum Aba, panggilan ayahku, yang dulu selalu menyindirku dengan bilang,"pengen deh dapat cucu dari Salam" karena beliau selalu mendesakku, dengan caranya yang khas, untuk segera menikah.

 Segera, setelah menunggu ibu mertua mengagumi cucu pertamanya, aku mengazani bayi itu. Ya, bayiku sendiri!

Dulu aku pernah mengazani keponakan pertamaku sewaktu ia lahir. Mengazani bayi, dan iqomah di telinga kiri, selalu berkesan. Tapi kali ini terasa berbeda. Ah, itukah naluri seorang ayah?

Jika ada kekecewaan, karena manusia, kurang ajarnya, tak pernah puas, adalah karena istriku tidak bisa melakukan inisiasi menyusui dini (IMD).

Perih hatiku menyaksikan bayiku, yang kemudian diberi nama Muhammad Alham Navid, baru bisa menikmati susu formula yang diberikan perawat dan bukan kolostrum ASI ibunya.

Tapi, apalah daya, istriku yang dirawat di ruang perawatan kelas II dan anakku yang dirawat di ruang perinatologi masih belum bisa dirawat gabung.

Istriku masih terlalu lemah dan menahan nyeri yang amat sangat, terlihat dari wajahnya, karena pengaruh obat bius yang mulai menghilang. Panas sekali, rintihnya.

Sementara obat pereda nyeri baru boleh diberikan pada pukul sepuluh malam.

Artinya, selama setengah hari atau enam jam, istriku harus berjuang menahan sakit. Namun telepon dan sms dari sahabat-sahabatnya yang membuatnya berbicara dan curhat panjang lebar lumayan dapat membuatnya melupakan rasa sakit dan nyeri.

Melihat kondisi istriku sedemikian nelangsa, aku mengurungkan niatku di awal nikah dahulu untuk punya anak sebanyak jumlah saudara kandungku. Enam orang. Sebenarnya dua belas, karena yang enam meninggal waktu kecil atau dalam kandungan. Maklum, ibuku menikah muda di usia 16 tahun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun