Kompasiana yang awalnya masuk top of mind saya perlahan-lahan teralihkan dengan keasyikan berkecimpung di platform menulis yang lain.
Namun berita insiden para pendukung capres jelang pilpres 2019 yang membawa-bawa nama Kompasioner Ninoy Karundeng melontarkan kembali memori masa lalu ke hadapan saya. Ditambah lagi dengan kabar merapatnya pendiri Kompasiana Kang Pepih Nugraha ke barisan tim media presiden petahana.
Belakangan saya baru tahu bahwa Bang Isjet (Iskandar Zulkarnain), yang asli Betawi, suksesor Kang Pepih, juga sudah tidak aktif di Kompasiana.
Singkat cerita, bertekadlah saya untuk kembali menengok rumah lama, warkop tempat tongkrongan lama, yakni Kompasiana.
Nah, di awal aktif menulis di Kompasiana era baru atau era "beyond blogging" ada pengalaman tidak terlupakan bagi saya.
Setelah menjalani verifikasi administratif dan disahkan sebagai centang hijau, pangkat saya adalah Penjelajah dengan 16 ribuan poin. Namun, anehnya, setelah beberapa kali posting tulisan, mendadak poin dan pangkat saya anjlok. Poin yang belasan ribu ambles, tersisa hanya ratusan poin, dan saya terdegradasi dari Penjelajah menjadi Junior.
Lantas apa artinya puluhan artikel saya selama ini?
Sebagai bentuk protes, banyak artikel lama yang saya bumihanguskan. Dihapus, terutama yang tidak berlabel Pilihan.
Di kemudian hari saya dengar kabarnya ada semacam "proses penyesuaian poin" sehingga kenahasan tersebut menimpa saya dan sekian banyak Kompasioner lainnya. Â Tampaknya ada transisi dari era Kompasiana lama ke era Kompasiana baru.
Tertarik iming-iming Kompasiana Rewards?
Ini juga faktor pemikat yang efektif, yang merupakan hal berbeda di Kompasiana era baru. Kendati setelah beberapa kali mendapatkan K-Rewards, hemat saya, nominalnya tidak bisa dibilang setimpal.