Jika mata air sudah berlimpah, tulisan apa pun sebagai muaranya akan memperoleh berkah juga dari kemakmuran sang mata air di hulunya. Karena realistis dan membumi adalah hal pertama dalam hidup seorang manusia yang beradab.
Bukankah pelajaran pertama Nabi Adam adalah ketika Tuhan mengajarkannya nama-nama benda di surga berdasarkan identifikasi dan observasi?
Salah satu cara latihan termudah adalah menuliskan observasi dan renungan kita atas pengalaman sehari-hari dan membagikannya kepada orang lain. Setidaknya ada pahala sedekah yang didapat. Syukur-syukur, kritik dan masukan. Bahkan, dalam sebuah komunitas apa pun, termasuk di Kompasiana, berlimpahnya teman adalah berkah tersendiri dari berbagi cerita dan pengalaman.
Alhasil, jika ada anjuran untuk terlebih dahulu belajar menulis diary atau catatan harian sebelum menulis artikel nonfiksi atau kisah fiksi, itu adalah anjuran yang sungguh tepat, karena selain berlatih memperkuat daya ingat, juga mempertajam kemahiran kita menuliskan hasil observasi dan renungan sehari-hari.
Saya sendiri mengamalkannya sejak SMP sampai sebelum menikah, termasuk juga berkorespondensi dengan sahabat pena lewat surat. Untuk zaman sekarang, bisa juga lewat surel atau blog komunitas seperti Kompasiana ini.
Jika Anda tidak setuju, anggap saja ini sebuah usulan untuk dipertimbangkan. Atau cobalah lihat ke sudut lain, dan baca lagi seruan tadi. Maka ia akan terbaca sebagai: Yuk membumi!
Bagaimana membuat tulisan yang membumi?
Pada kurun waktu 2006-2007, saya bergiat di sebuah kelompok penulisan (writing group) bernama Aris Nugraha Production (ANP) yang dipimpin oleh Aris Nugraha di bilangan Jakarta Selatan.
Saat itu Mas Aris Nugraha tengah mencuat namanya dengan sinetron komedi (sitkom) besutannya yang tayang di salah satu TV swasta berjudul Bajaj Bajuri. Belakangan juga lebih melambung lagi pamornya dengan sitkom Preman Pensiun, Gober, Awas Ada Copet, dan TOP (Tukang Ojek Pengkolan).
Saat saya bergabung bersama beberapa teman seangkatan seperti Melvi Yendra, Prita Khalida, dan Sakti Wibowo, Bajaj Bajuri telah usai tayang, dan ANP bersiap menggarap sitkom baru mengenai pernak-pernik kehidupan para karyawan sebuah gerai waralaba kopi internasional. Judul sitkom itu adalah The Coffee Bean Show, yang juga tayang di stasiun TV yang sama.
Kendati hanya setahunan bergabung, karena selanjutnya saya lebih memfokuskan diri di dunia penerjemahan, banyak pelajaran berharga tentang kepenulisan yang saya dapatkan. Salah satunya adalah tentang bagaimana membuat kalimat atau dialog cerita yang realistis dan membumi.